Senin 24 Jul 2023 20:14 WIB

Komisi 1 DPRD Jabar Ingatkan Dampak Penghapusan Tenaga Honorer

Penghapusan tenaga honorer dikhawatirkan menimbulkan pengangguran dan dampak lainnya.

Sekretaris Komisi 1 DPRD Jawa Barat (Jabar) Sadar Muslihat melakukan kunjungan kerja ke Kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Bandung Barat, Jabar, Senin (24/7/2023).
Foto: Dok Humas DPRD Jawa Barat
Sekretaris Komisi 1 DPRD Jawa Barat (Jabar) Sadar Muslihat melakukan kunjungan kerja ke Kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Bandung Barat, Jabar, Senin (24/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Komisi 1 DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) mengingatkan pemerintah pusat akan dampak kebijakan penghapusan tenaga non-aparatur sipil negara (ASN) atau honorer. Pemerintah pusat diminta mencari solusi konkret agar penghapusan tenaga honorer ini tidak memicu pengangguran dan menimbulkan dampak lainnya.

Sekretaris Komisi 1 DPRD Jabar Sadar Muslihat menilai, tenaga honorer di lingkungan pemerintah selama ini memegang peran penting dalam berbagai bidang pekerjaan. Seperti bidang pelayanan publik, roda pemerintahan, pendidikan, hingga kesehatan.

Baca Juga

“Faktanya jasa para honorer ini sangat besar untuk menjalankan roda pemerintahan, kesehatan, bahkan jasa honorer dalam pengelolaan pendidikan sangat besar. Nanti bagaimana kalau mereka dihapus?” kata Sadar, seusai melakukan kunjungan kerja ke Kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Bandung Barat, Senin (24/7/2023).

Apabila tenaga honorer dihapus, Sadar mengatakan, pemerintah harus memikirkan pekerjaan yang mereka tinggalkan. Jangan sampai, kata dia, karena kebijakan penghapusan tenaga honorer, ada banyak pelayanan publik yang menjadi lumpuh.

Sebagaimana dilansir Humas DPRD Jabar, rencana penghapusan tenaga honorer ini seiring dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). 

Dalam peraturan tersebut, pejabat pemerintah dilarang untuk mengangkat tenaga non-PNS atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. Disebutkan bahwa tenaga non-PNS atau honorer masih bisa tetap melaksanakan tugas paling lama lima tahun setelah aturan itu terbit atau hingga November 2023.

Sadar mengatakan, di lingkungan pemerintah daerah wilayah Provinsi Jabar, jumlah tenaga honorer berkisar 2 juta-3 juta orang. Ketika kebijakan penghapusan tenaga honorer benar-benar diterapkan November 2023 ini, kata dia, dikhawatirkan akan memicu berbagai dampak. Di antaranya memicu pengangguran dan dampak ekonomi.

“Kita berharap pemberhentian jutaan pegawai ini ada solusi dari pemerintah, apalagi ini terjadi di tahun politik, serta bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan sejumlah kepala daerah. Saya khawatir ini akan jadi bola liar,” kata Sadar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement