Kamis 27 Jul 2023 17:11 WIB

Petani di Indramayu Nelangsa,  200 Ha Tanaman Padi Bunting Digasak Moncong Panjang

Hingga kini, serangan tikus masih belum bisa teratasi meski petani melakukan pemberan

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Agus Yulianto
Petani melakukan pengendalian hama dengan metode pengomposan ke lubang tikus.
Foto: ANTARA/Adiwinata Solihin
Petani melakukan pengendalian hama dengan metode pengomposan ke lubang tikus.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Serangan 'si moncong panjang' tikus pada areal persawahan di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, membuat para petani nelangsa. Tanaman padi yang sudah memasuki masa primordial (bunting, red) pun habis digasak si moncong panjang.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Kandanghaur, Waryono, mengatakan, serangan tikus mengganas di wilayahnya sejak awal Juli 2023. Hingga kini, serangan tikus masih belum bisa teratasi meski petani sudah melakukan berbagai upaya pembasmian.

‘’Bahkan sudah ada 200 hektare yang puso,’’ kata Waryono kepada Republika, Kamis (27/7/2023).

Waryono mengatakan, tanaman padi seluas 200 hektare itu tersebar di Desa  Karangmulya, Karanganyar, Wirakanan dan Wirapanjunan. Umur tanaman padi tersebut sudah di kisaran 50 hari.

‘’Tanaman padi itu harusnya sudah masuk masa primordial, mau bunting (pembentukan bakal malai),’’ keluh Waryono.

Namun, ganasnya serangan tikus membuat tanaman padi itu rusak parah. Meski demikian, akar dari tanaman padi itu tidak ikut tercabut.

‘’Makanya tanaman padi yang sudah diserang tikus itu kami babat habis, diarit. Harapannya nanti bisa tumbuh tunas baru,’’ jelas Waryono.

Waryono mengatakan, langkah tersebut dilakukan setelah melihat contoh tanaman padi yang sudah dirusak dan ditinggalkan tikus, ternyata masih bisa tumbuh tunas baru.

Upaya tersebut, lanjut Waryono, dinilai lebih baik dibandingkan harus melakukan penanaman ulang dari awal. Selain itu, petani juga bisa sedikit menghemat pengeluaran.

Jika harus melakukan penanaman ulang dari awal, Waryono menyebutkan, petani harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 7 juta – Rp 8 juta per 500 bata (1 bata = 14,28 meter persegi) sampai panen. Sedangkan dengan melakukan babat habis seperti yang dilakukan sekarang, petani cukup mengeluarkan modal Rp 6 juta sampai panen.

‘’Lumayan bisa mengurangi biaya tanam dan biaya traktor,’’ jelasnya.

Waryono mengungkapkan, petani di wilayahnya menanggung kerugian yang besar karena kehilangan biaya yang sudah dikeluarkan untuk tanam pertama. Selain itu, mereka juga kehilangan waktu berharga dalam masa tanam.

‘’Panen kan berarti nanti jadi mundur,’’ kata Waryono.

Waryono berharap, pemerintah bisa memberi bantuan kepada petani yang sawahnya dirusak oleh tikus. Di antaranya, berupa bantuan pupuk, modal, ataupun alat pertanian.

‘’Selain itu kami juga minta ada jaminan air karena sekarang sudah masuk musim kemarau,’’ tukas Waryono.

Salah seorang petani asal Desa Karangmulya, Taryono, mengaku sudah melakukan berbagai cara untuk membasmi tikus. Di antaranya pengemposan dan gropyokan bersama petani lainnya.

‘’Tapi tikus nggak habis-habis. Tanaman padi jadi rusak,’’ kata Taryono.

Taryono kini juga membabat tanaman padinya yang sudah diserang tikus. Dia berharap, tanaman yang telah dibabat itu bsia segera tumbuh tunas baru.

‘’Semoga tikus gak nyerang lagi dan pasokan air juga lancar sampai nanti panen,’’ kata Taryono. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement