REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Jaksa penuntut umum (JPU) KPK mendakwa Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana, Kepala Dishub Kota Bandung Dadang Darmawan serta Sekdishub Kota Bandung Khairur Rijal menerima suap dan gratifikasi pada kasus pengadaan CCTV dan internet service provider (ISP) tahun 2022-2023. Mereka terbukti menyalahgunakan wewenang sebagai penyelenggara negara.
Dakwaan untuk ketiga terdakwa dibacakan oleh JPU secara terpisah di ruang Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (6/9/2023). Ketiga terdakwa pun hadir pada sidang pembacaaan dakwaan tersebut.
Pada pembacaan dakwaan pertama untuk Khairur Rijal, jaksa mendakwa terdakwa telah menerima suap uang dan fasilitas secara bertahap sebesar Rp 2.160.207.000 dari penyuap Direktur PT CIFO Sony Setiadi, petinggi PT Sarana Multi Adiguna (SMA) Beny dan Andreas Guntoro. Termasuk dari Budi Santika yang merupakan Direktur Komersil PT Marktel.
"Terdakwa menerima uang dan fasilitas sebesar Rp 2.160.207.000," ucap jaksa Tito Jaelani saat membacakan dakwaan di hadapan ketua majelis hakim Hera Kartiningsih.
Jaksa mengungkapkan dana tersebut diberikan agar Khairur Rijal bersama Kadishub Kota Bandung Dadang Darmawan dan Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana menunjuk perusahaan Benny, Sony Setiadi dan Budi Santika untuk proyek pengadaan 14 paket CCTV dan ISP pada Dinas Perhubungan Kota Bandung tahun 2022-2023. Setelah mendapatkan paket-paket tersebut, penyuap memberikan uang secara bertahap kepada terdakwa sebagai komitmen fee 10 hingga 20 persen dari nilai proyek.
Ia mengatakan pada tahap pertama terdakwa mendapatkan uang Rp 200 juta dari Benny. Selanjutnya, dana Rp 285.787.000 diterima terdakwa dari Benny untuk keperluan keberangkatan ke Thailand bersama Yana Mulyana, Dadang Darmawan dan lainnya agar mendapatkan proyek kembali.
Pada perjalanan di Thailand, terdakwa, Yana dan Dadang mendapatkan kembali dana sebesar Rp 14.620.000. Terdakwa pun menerima Rp 85 juta dari Andreas Guntoro fee proyek pengadaan tahun 2023.
Selanjutnya, terdakwa menerima fee dari Budi Santika sebesar Rp 1.388.800.000 atau 25 persen dari total 15 proyek yang dikerjakan senilai Rp 6 miliar lebih. Uang yang diberikan kepada terdakwa diberikan secara bertahap. Terdakwa pun menerima fee proyek pengadaan CCTV dan ISP sebesar Rp 86 juta dari Direktur PT CIFO.
Sementara itu, terdakwa Dadang Darmawan dan Yana Mulyana didakwa menerima fasilitas perjalanan ke Thailand dari Andreas Guntoro dan Benny. Yana Mulyana pun mendapatkan uang Rp 100 juta dari Direktur PT CIFO Sony Setiadi.
Jaksa melanjutkan Khairur Rijal mendapatkan gratifikasi total Rp 429 juta lebih, 85,670 bath, 187 dolar Singapura, 2.811 ringgit, 950.000 won dan 6.750 riyal.
Gratifikasi untuk Dadang Darmawan sebesar Rp 340 juta untuk kebutuhan THR yang dikumpulkan dari bidang-bidang sebesar Rp 70 juta. Termasuk menerima uang Rp 135 juta.
Yana mendapatkan gratifikasi uang Rp 50 juta dari Dadang Darmawan, Rp 206 juta, Rp 41 juta lebih, Rp 57 juta lebih dan Rp 16 juta lebih dari pihak yang tidak ditentukan. Selain itu uang mata asing 3.520 dolar Singapura, 645.000 yen, 11 ribu dolar Singapura, 3.000 dolar. 15.630 bath dan sepatu Louis Vuitton sebesar Rp 18 juta.
Perbuatan terdakwa melanggar pasal 11, 12 huruf a, pasal 12B Jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi Jo. Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana Jo. Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Jaksa KPK Tito Jaelani mengungkapkan ketiga terdakwa memiliki irisan yang sama dalam kasus tersebut. "Jadi keseluruhan terdakwa itu memang ada irisan satu dengan yang lain makanya kita dakwakan ini bersama-sama," ucap dia sesuai persidangan.