Rabu 13 Sep 2023 07:14 WIB

Darurat Penghulu Indonesia, Ini Penjelasan Ketum APRI

Beban tugas dan jumlah yang tidak seimbang menjadi salah satu penyebabnya. 

Rep:  Zahrotul Oktaviani/ Red: Agus Yulianto
enghulu (kiri) memberikan cairan antiseptik (hand sanitizer) pada pasangan pengantin sebelum menandatangani surat pernyataan nikah di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Aceh.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
enghulu (kiri) memberikan cairan antiseptik (hand sanitizer) pada pasangan pengantin sebelum menandatangani surat pernyataan nikah di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) menyebut, saat ini, Indonesia tengah mengalami darurat penghulu. Untuk mengatasinya, kampanye menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) pun digaungkan sebagai salah satu solusinya.

Menanggapi isu tersebu, Ketua Umum Asosiasi Penghulu Indonesia (APRI) Madari menyebut, beban tugas dan jumlah yang tidak seimbang menjadi salah satu penyebabnya. Selain menikahkan calon pengantin, penghulu juga bertugas memberi pelayanan konsultasi, bimbingan hukum Islam, kajian hukum Islam, serta deteksi dini terhadap permasalahan-permasalahan keagamaan.

"Kalau dari sudut pandang regulasi, dihitung berdasarkan analisis beban kerja penghulu, ini pernah dihitung oleh Direkturat BINA KUA dan keluarga Sakinah di Dirjen Bimas Islam, kebutuhan penghulu Indonesia itu 16.000. Persisnya itu 16.263," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/9/2023). 

Sementara, ia menyebut jumlah penghulu yang ada saat ini sebanyak 9.054. Meski demikian, jika terkait layanan pernikahan, dia menyebut, hal ini masih terbilang aman dan belum darurat. Tidak pernah terdengar ada pernikahan yang tidak terlayani atau ditolak karena kehabisan penghulu.

Kalaupun ada yang ditolak, dia menyebut penyebabnya ada dua, yaitu penyebaran penghulu di wilayah dan 'musim' pernikahan. Terkait penyebaran penghulu, rata-rata di daerah perbatasan atau terdalam dan terluar jumlahnya memang sedikit jika dibandingkan dengan di kota-kota besar.

"Ketika tidak merata jumlah penghulu, kadang-kadang di daerah-daerah yang kekurangan penghulu itu jumlah pernikahannya satu penghulu itu menjadi sangat tinggi, sementara daerah-daerah yang sudah banyak penghulunya, dia normal-normal saja," lanjut dia.

Ketua Umum APRI ini lantas menyebut, penyebab kedua pernikahan ditolak berkaitan dengan 'musim' pernikahan. Tidak sedikit calon pengantin dan kedua mengejar waktu dan hari baik, sehingga ada kesan musim nikah dan menumpuk di waktu tersebut.

Di luar itu, masih ada di daerah-daerah tertentu yang memiliki budaya hitungan, kapan tanggal, hari, bahkan jam yang baik untuk melaksanakan pernikahan. Terkadang jam yang diajukan pun di luar jam kerja, yang mana mau tidak mau penghulu harus tetap datang.

"Itu nggak bisa ditawar. Kita harus menghormati keyakinan yang seperti itu, mau gak mau penghulu harus melayani. Walaupun kadang-kadang ya, keluhan temen-temen, ya berat sekali sih melayani yang begitu. Tapi ya itulah masyarakat kita," ucap Madari.

Sehubungan dengan tugas penghulu, tugas yang diemban bukan hanya pada hari H pernikahan. Mereka juga disebut melakukan bimbingan perkawinan sebelum acara, sebagai bentuk pembekalan terkait kehidupan berumah tangga. Setelah acara pun penghulu masih bertugas untuk memberikan konsultasi rumah tangga.

Di luar itu, dia menyebut, penghulu memiliki tugas bimbingan ke masjid untuk membina pengurusnya, bimbingan wakaf dan nadzir,  bimbingan ibadah, bahkan sampai ke waris. Terbaru, penghulu juga diberi tugas untuk membina kerukunan antar-umat atau mengenalkan perihal moderasi beragama.

"Penghulu juga diharuskan membina kerupunan antarumat beragama. Jadi mendeteksi dini konflik-konflik antarumat beragama, itu masuk dalam tugas kita," kata dia.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement