Selasa 19 Sep 2023 20:25 WIB

Isu Larangan Ibadah di Kapel Depok, Begini Penjelasan Wali Kota

Pengurus dan jemaat di Kapel diminta untuk mengurus izin terlebih dulu.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Agus Yulianto
Wali Kota Depok Mohammad Idris saat konferensi pers tentang perizinan rumah ibadah, Selasa (19/9/2023). Ia menjelaskan terkait izin penggunaan ruko sebagai kapel atau rumah doa di Kelurahan Gandul, Cinere, Kota Depok.
Foto: Republika/Alkhaledi Kurnialam 
Wali Kota Depok Mohammad Idris saat konferensi pers tentang perizinan rumah ibadah, Selasa (19/9/2023). Ia menjelaskan terkait izin penggunaan ruko sebagai kapel atau rumah doa di Kelurahan Gandul, Cinere, Kota Depok.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Wali Kota Depok Mohammad Idris menjelaskan terkait isu pelarangan ibadah jemaat di sebuah kapel atau rumah doa di Kelurahan Gandul, Kecamatan Cinere, yang banyak diperbincangkan belakangan ini. Isu tersebut muncul setelah lokasi itu didatangi sejumlah warga pada Sabtu (16/9/2023) yang menolak keberadaan kapel.

"Ini ceritanya awal munculnya mispersepsi, awalnya dari sosialisasi adanya program sosialisasi FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama). Setelah selesai sosialisasi di kantor kecamatan, setelah proses itu tidak ada apa-apa. Tapi, setelah acara tersebut, muncul ada berita kapel begini-begini, sudah izin belum, muncullah di situ," kata Mohammad Idris, Selasa (19/9/2023).

Menurutnya, masyarakat sekitar mulai membicarakan tentang keberadaan kapel yang baru beraktivitas selama dua bulan tersebut. Warga kemudian melapor kepada Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) terkait Kapel yang beraktivitas di ruko ini.

"Warga menyampaikan kepada LPM bahwa warga tidak menerima keberadaan kapel karena semacam rumah ibadah. Beda dianalogikan dengan musholanya orang Islam, tempat publik, ya. Kalau mushola di kantor, rumah, pesantren, itu memang privat. Tapi, kalau tempat publik memang harus ada izin. Kalau orang Katolik, kapel itu rumah doa. Jadi, ada istilah tempat ibadah yang digunakan tadi namanya rumah ibadah sementara (kapel)," katanya.

Dia menjelaskan, rumah ibadah sementara memang telah diatur oleh pemerintah pusat melalui peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 yang menyebutkan pemanfaatan bangunan gedung bukan rumah ibadah sebagai rumah ibadah sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin sementara dari wali kota atau kepala daerah.

Karena pengurus kapel belum memenuhi syarat administrasi tersebut, saat ini pengurus dan jemaat di kapel tersebut diminta untuk mengurusnya terlebih dulu. Jika upaya adminstrasi sudah dilakukan, pemerintah kota akan menyosialisasikan bahwa kapel tersebut telah memenuhi persyaratan dan bisa beribadah di kapel.

"Kalau sudah dilaksanakan, tidak ada sulit-menyulitkan. Kita akan perbarui kepada masyarakat bahwa ini sudah ada izinnya. Jadi, mereka (jemaat Kapel) bebas beribadah," ujarnya.

Sementara, selama masa melengkapi persyaratan, kegiatan ibadah jemaat Kapel dikatakannya berlangsung melalui daring. "Kesepakatan mereka semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan, baik pihak Kapel maupun pihak warga. Untuk peribadatan di kapel tetap dilaksanakan mereka online, kita menunggu sampai dua pekan proses perizinan," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement