Kamis 28 Sep 2023 15:43 WIB

Colenak, Makanan Legendaris Asal Bandung Bertahan Sejak Zaman Belanda

Sistem pembuatan colenak masih memakai kayu bakar hingga saat ini. 

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Colenak
Foto: Wikipedia/kitabmasakan.com
Colenak

REPUBLIKA.CO.ID, Kota Bandung, terkenal dengan syurganya wisata kuliner. Berbagai panganan lezat memang sangat mudah di temukan di Kota Kembang ini.

Tak hanya kaya dengan panganan kekinian, di Bandung makanan khas zaman dulu pun masih terus lestari. Salah satu yang kini masih belum hilang digerus zaman yaitu makanan Colenak yang diproduksi oleh Aki Murdi. 

Kudapan berbahan dasar peyeum dan gula merah ini tetap dipertahankan, dan kini diteruskan hingga generasi ketiga. Colenak Aki Murdi ini sudah berdiri sejak zaman 1930. Bermula dari toko di Jalan Ahmad Yani.

Namun kini, sudah memiliki dua tempat di Kota Bandung. Generasi ketiga Aki Murdi, Bety Nuraety (51 tahun) mengatakan, resep yang diberikan dari kakeknya itu kini masih diterapkan. 

Colenak, mulanya bernama dicocol enak. Namun, saat itu banyak pengunjung warga negara Belanda. Dan dari sana para pengunjung memberi nama Colenak.

"Kakek itu dulunya ngasih nama dicocol enak, jadi bahasa Colenak dari tamu yang beli. Kalau dulu peyem digulaan saja. Pembeli orang Belanda bilang. Colenak itu dari tamu Belanda," ujar Bety, kepada wartawan Kamis (28/9/2023). 

Sejak saat itu, nama Colenak mulai terkenal dan mayoritas pembeli dari warga Belanda. Dengan tenarnya nama Colenak kemudian dalam moment Konferensi Asia Afrika (KAA) di Kota Bandung, ada permintaan agar turut disajikan untuk hidangan para tamu undangan. 

"KAA pertama Colenak dipakai sebagai jamuan penutup dan tempatnya di Hotel Savoy Homan, itu tahun 1955. Dan saat itu kake jualannya di roda bikinnya juga belum banyak," papar Bety. 

Menu yang dihadirkan juga, kata dia, dulu hanya rasa original saja. Dimana saat itu masih ada campuran pandan, dengan gula merah, dan peyeum. Kemudian, berjalannya waktu kini sudah ada tiga rasa, original, nangka, dan durian. 

Bety mengatakan, Colenak Murdi Putra 3 terus bertahan karena sejak kakeknya maaih hidup diminta terlibat langsung untuk melihat proses pembuatan dari hulu hingga hilir. Sistem pembuatan juga masih memakai kayu bakar hingga saat ini. 

"Kakek meninggal 66 terus ibu saya melanjutkan sampai 1970 masih jualan, dan anaknya dilibatkan. Karena ibu tua akhirnya resep diturunkan. 2010 saya kelola semua," katanya. 

Melanjutkan usaha yang telah dibangun dari sejak zaman dulu, menurutnya tergolong tidak mudah. Dia mengaku sempat membuat berbagai inovasi. Namun akhirnya tetap kembali lagi pada cita rasa awal. Ditambah, dia juga mendapat mandat dari ibunya agar makanan ini tetap bertahan hingga keterunan selanjutnya. 

"Kalau saya bangganya gini kalau kita lihat dari muda yah harus mengikuti aturan orang tua. Jadi ibu nggak mau Colenak sama bakso itu bakso chinese, akhirnya kita mempertahankan ini," katanya. 

Selain menu olahan yang masih dipertahankan. Peyeum yang diambil juga masih dari sumber yang sama di Cimenyan, Bandung. Sehingga, citarasa tidak berbeda dengan awal dulu yang dibuat oleh kakeknya.

"Makanan ini itu tidak boleh hilang ini turun temurun, bahkan di tekanan ke buyut jadi kemungkinan akan diteruskan ke anak saya, ini resep dari kake dari ibu resep gak dirubah. Dulu 25 perak sekarang 12 ribu per bungkus," katanya. 

Bety optimis Colenak akan tetap bertahan hingga penerus berikutnya. Sebab dia menilai, kondisi dunia kuliner saat ini memang banyak yang terkenal. Namun kebanyakan umurnya tidak bisa bertahan lama. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement