Sabtu 14 Oct 2023 10:49 WIB

Wahh...Pejabat Kementan Diduga Berangkat Umrah Pakai Uang Hasil Korupsi

Uang diperoleh setelah SYL membuat kebijakan personal untuk meminta setoran. 

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) mendengarkan pertanyaan wartawan saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/10/2023). KPK menahan Syahrul Yasin Limpo dan Muhammad Hatta terkait kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian. Tindakan tersebut diduga sudah dilakukan sejak 2020 hingga 2023 dengan jumlah uang mencapai Rp 3,9 miliar.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) mendengarkan pertanyaan wartawan saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/10/2023). KPK menahan Syahrul Yasin Limpo dan Muhammad Hatta terkait kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dalam jabatan, gratifikasi dan tindak pidana pencucian (TPPU) di lingkungan Kementerian Pertanian. Tindakan tersebut diduga sudah dilakukan sejak 2020 hingga 2023 dengan jumlah uang mencapai Rp 3,9 miliar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terkait dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di instansinya. Dia diduga menggunakan uang hasil rasuah itu untuk berangkat Umroh bersama sejumlah pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan).

Selain SYL, dua anak buahnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Sekjen Kementan Kasdi Subagyono (KS) serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH).

"Terdapat penggunaan uang lain oleh SYL bersama-sama dengan KS dan MH serta sejumlah pejabat di Kementerian Pertanian untuk ibadah umrah di Tanah Suci dengan nilai miliaran rupiah," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2023).

Uang itu diperoleh setelah SYL membuat kebijakan personal untuk meminta setoran dari para ASN eselon I dan eselon II di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Eks Gubernur Sulawesi Selatan ini menentukan nominal uang yang harus disetorkan sebesar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.

"Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di-mark up, termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian," ungkap Alex.

Dalam mengeluarkan kebijakan itu, terdapat paksaan dari SYL terhadap para ASN di Kementan berupa mutasi ke unit kerja lain hingga difungsionalkan status jabatannya. Aturan ini diketahui berlangsung sejak tahun 2020 hingga 2023. 

Uang itu kemudian diserahkan setiap bulan ke SYL melalui dua anak buahnya, yakni Kasdi dan Hatta. Penyerahan tersebut dilakukan dalam bentuk tunai, transfer rekening bank hingga barang maupun jasa.

Seluruh uang yang disetorkan itu selanjutnya digunakan oleh SYL untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya. Penggunaan ini pun diketahui oleh Kasdi dan Hatta, diantaranya untuk membayar cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, hingga pengobatan dan perawatan wajah bagi keluarga yang nilainya miliaran rupiah.

"Uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sebagai bukti permulaan sejumlah sekitar Rp 13,9 miliar," ungkap Alex

"Penerimaan-penerimaan dalam bentuk gratifikasi yang diterima SYL bersama-sama KS dan MH masih terus dilakukan penelusuran dan pendalaman oleh tim penyidik," sambung dia.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. 

Sedangkan Tersangka SYL turut pula disangkakan melanggar pasal 3 dan atau 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement