REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Seorang ahli waris bernama Ratnaningsih meminta kompensasi dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor, karena lahan seluas 55 meter persegi miliknya dilewati oleh pipa PDAM. Tak kunjung menerima uang kompensasi tersebut, akhirnya keluarga ahli waris menggergaji pipa air yang berada di bawah Jembatan Ledeng, Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Pantauan Republika di lokasi, pada Selasa (24/10/2023) pipa yang digergaji oleh keluarga ahli waris berada di bawah jembatan. Dari pipa yang digergaji, air bersih memancur cukup deras. Alhasil area bawah jembatan pun dibanjiri oleh air bersih yang terbuang dari pipa tersebut.
Kuasa hukum Ratnaningsih, Adimam PS Badey, mengatakan, negara atau pemerintah memang berhak mengambil tanah masyarakat untuk kepentingan umum. Tapi, ada ganti rugi atau kompensasi. yang diinginkan oleh kliennya.
“Selama ini klien saya bayar pajak terus, tidak ada sepeser pun dari PDAM untuk bantu. Ini keputusan sangat fatal kalau yang diambil PDAM seperti itu. (Pemotongan pipa PDAM) ya imbas karena tidak ada keputusan tadi,” kata Adimam ketika ditemui Republika di lokasi, Selasa (24/10/2023).
Dia mengatakan, pipa PDAM dan lahan tersebut memang sudah ada sejak 1918. Namun, pada 1976, orang tua dari Ratnaningsih mendaftarkan diri agar memiliki tanah tersebut, sesuai saran dari pemerintah pada kurun waktu 1960 hingga 1980.
Setelah didaftarkan, sambung dia, di tahun yang sama muncul Letter C beserta nomor serinya sebagai bukti kepemilikan tanah. Setelah letter C itu muncul baru berdiri PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.
Menurut Adimam, kliennya ini melihat berita dari TV terkait kondisi serupa di Banyumas. Dari berita itu, kliennya merasa bahwa PDAM tidak memberinya kompensasi padahal ia sudah rutin setiap tahun membayar pajak tanah.
Setelah sang klien menunjuknya jadi kuasa hukum, Adimam mengatakan, pihaknya telah datang beberapa kali ke kantor PDAM Tirta Pakuan dan melayangkan surat somasi sebanyak tiga kali. Namun, pihak PDAM tidak ada yang datang menemuinya.
“Somasi ketiga pun sama begitu. Dirut selalu mengatakan ada di luar kota. Disitulah terjadilah pemotongan. Saya buka Laporan Polisi (LP), lalu pemotongan (pipa air).
Saat pemotongan pipa akan dilakukan, ia meminta pengamanan dari kepolisian. Namun sayangnya saat keluarga kliennya melakukan pemotongan pipa, polisi tidak ada yang datang.
Saat ini, kata Adimam, pihaknya memang sudah membuat laporan ke polisi. Namun tidak ada keputusan apapun, dan PDAM tidak terlihat itikadnya untuk ganti rugi atau membayar kompensasi itu.
“Di kantor polisi pun deadlock. Nggak keputusan apa pun. Nah, PDAM tidak mau ganti rugi. Sedangkan saya somasi sampai ke presiden juga,” ujarnya.
Kendati demikian, Adimam mengaku tidak bisa menyebut berapa besar nominal kompensasi yang diharapkan kliennya. Hal itu akan dibahas bersama PDAM Tirta Pakuan Bogor yang saat ini tak kunjung menemuinya.
“Kalau mengenai nominal belum saya sebutkan disini. Kecuali, saya ketemu langsung dengan pihak PDAM nya. Nah, ini yang kita harapkan adanya pertemuan,” kata dia.