Selasa 12 Dec 2023 13:01 WIB

KPK: Muncul Fenomena Flexing Berujung Pengungkapan Korupsi pada 2023

Sepanjang 2023, ada tiga kasus dugaan korupsi yang berawal dari pejabat flexing harta

Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan sambutan dihadapan Presiden Joko Widodo saat acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2023 (Hakordia).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan sambutan dihadapan Presiden Joko Widodo saat acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia 2023 (Hakordia).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango mengatakan, pada 2023 muncul fenomena pejabat yang flexing atau pamer harta kekayaan di media sosial yang berujung pada pengungkapan kasus korupsi.

"Tahun 2023 ini fenomena baru, flexing, pamer kekayaan para pejabat pemerintah di media sosial direspons masyarakat dengan membandingkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang dapat diakses secara terbuka di laman KPK. Beberapa berujung pada pengungkapan kasus korupsi," kata Nawawi dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) di Senayan, Jakarta Pusat, Selasa.

Baca Juga

Nawawi pun meminta, kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberikan teguran kepada pejabat yang menyampaikan LHKPN yang tidak sesuai fakta. "Khusus untuk isu ini, kami berharap Bapak Presiden dapat memberikan teguran untuk mereka yang tidak menyampaikan LHKPN secara tepat waktu, lengkap dengan surat kuasa dan benar isinya," ujar Nawawi.

Hal itu juga menjadi bukti nyata pentingnya peran serta masyarakat dalam memberantas tindak pidana korupsi. Nawawi menyebut, sebagian besar kasus yang ditangani KPK berawal dari pengaduan masyarakat yang disampaikan secara langsung.

"Peran serta masyarakat sangat penting dalam upaya penindakan di KPK. Pengaduan dari masyarakat pada beberapa kasus menjadi titik tolak dimulainya penyelidikan kasus korupsi dan berujung pada terungkapnya kasus tersebut," katanya.

Sepanjang 2023 ada tiga kasus dugaan korupsi yang berawal dari pejabat yang flexing harta di media sosial. Kasus pertama adalah mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo yang kasusnya kini bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kasus selanjutnya adalah dua orang pejabat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Yang pertama adalah mantan kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dan mantan kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto.

Keduanya saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Keduanya juga telah ditahan oleh KPK.

Pada kesempatan yang sama, Presiden Jokowi menyoroti begitu banyaknya pejabat di Indonesia yang ditangkap dan dipenjara karena tindak pidana korupsi. “Tidak ada negara lain yang menangkap dan memenjarakan pejabatnya sebanyak negara kita, Indonesia. Ini jangan ditepuktangani,” kata Presiden Jokowi dalam Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa.

Sepanjang 2004-2022, Presiden mencatat ratusan pejabat yang tersandung kasus korupsi yaitu 344 pimpinan dan anggota DPR dan DPRD, 38 menteri dan kepala lembaga, 24 gubernur, 162 bupati dan wali kota, 31 hakim termasuk hakim konstitusi, serta delapan komisioner, di antaranya komisioner KPU, KPPU, dan KY. Selain itu, tercatat 415 pejabat dari sektor swasta dan birokrat yang juga dihukum karena korupsi.

Meskipun begitu banyak pejabat yang telah dipenjara karena korupsi, Jokowi menyebut, hingga saat ini masih marak kasus korupsi ditemukan di Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement