Kamis 07 Mar 2024 17:40 WIB

Pelaku UMKM Indonesia untuk Transformasi Digital Minta Pendampingan Berkelanjutan

Lia butuh serangkaian uji coba untuk menghasilkan produk yang diterima pasar.

Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi peserta Program UMKM Untuk Indonesia untuk Transformasi Digital 2024 (ilustrasi).
Foto: dokpri
Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi peserta Program UMKM Untuk Indonesia untuk Transformasi Digital 2024 (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG --  Sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang menjadi peserta Program UMKM Untuk Indonesia untuk Transformasi Digital 2024 menyampaikan antusiasmenya dalam hal peningkatan kemampuan pemasaran daring dan memperluas akses pasar. Pelaku UMKM meminta pendampingan melalui program ini berkesinambungan agar dapat terus berlanjut. 

Program ini diinisiasi oleh PT HM Sampoerna Tbk (Sampoerna), melalui program pemberdayaan UMKM bertajuk Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) di bawah Payung Program Keberlanjutan 'Sampoerna Untuk Indonesia' bersama Yayasan Inovasi Teknologi Indonesia (INOTEK), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta dengan menggandeng pemerintah provinsi serta kabupaten/kota di DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Peluncuran Program UMKM Untuk Indonesia untuk Transformasi Digital 2024 telah dilakukan pada Kamis 22 Februari 2024 yang dilakukan secara hibrida serentak di Kota Bandung, Kota Cirebon, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bogor.

Sebagai informasi, Program UMKM Untuk Indonesia untuk Transformasi Digital 2024 merupakan program pendampingan agar UMKM naik kelas melalui digitalisasi dengan menyasar 1.000 UMKM di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Pemilik usaha Crispy Mushroom asal Cirebon, Lia Amalia, mengatakan, pendampingan UMKM sangat penting karena mereka butuh bantuan mitra yang bisa mengarahkan dan memberikan ide baru agar usaha bisa lebih berkembang.

"Saya harap program bersama Sampoerna ini ada kelanjutannya sampai pada business matching untuk akses pasar. Yang paling dibutuhkan UMKM itu kan market dan pembiayaan. Tapi terutama marketnya, sehingga saya ikut ini ada hasilnya," ujarnya.

Lia menuturkan usaha Crispy Mushroom lahir dari kepedulian kepada para petani jamur yang kesulitan menjual hasil panen. Padahal jamur memiliki karakteristik mudah hancur kalau tidak lekas diolah.

"Saya awalnya petani jamur. Saya kemudian coba membuat jamur crispy pada 2014. Anak saya kemudian membawa jamur itu ke sekolahnya. Tiap hari habis, teman-temannya suka. Dari situ mulainya," paparnya.

Lia butuh waktu panjang dan serangkaian uji coba untuk menghasilkan produk olahan jamur yang diterima di pasar. Untuk mengasah kemampuan, Lia juga aktif mengikuti sejumlah pelatihan UMKM.

Sejalan dengan itu, aspek legalitas usaha juga dibereskan mulai dari sertifikat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sertifikat halal, dan lainnya. Ketekunannya pun berbuah manis. Crispy Mushroom telah memulai ekspor olahan jamur ke Australia dan kaldu jamur ke Oman pada 2023 lalu.

"Melalui Disperindag dan kurasi di Provinsi Jawa Barat, kami terpilih untuk ikut Indonesia Trade Expo 2023 dari Kemendag. Di situ alhamdulilah dapat kesempatan untuk ekspor," jelasnya.

Terpisah, Leni Mariyani pemilik UMKM Dakey House berharap Program UMKM Untuk Indonesia 2024 untuk Transformasi Digital 2024 menjadi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan dan kapabilitas, khususnya optimalisasi penjualan daring.

"Kami berharap program ini membantu bisnis kami berkembang. Sejauh ini kami mengandalkan pameran. Penjualan online sudah dicoba tapi belum optimal sehingga berharap program ini bisa mengakselerasi, kami bisa lebih optimal," katanya.

Dakey House merupakan usaha yang memanfaatkan bahan baku kelapa yang diolah menjadi sejumlah produk seperti media tanam hingga kerajinan. Usaha ini dirintis sejak 2021 karena melihat banyak limbah kelapa di Subang yang tidak diolah.

Kebutuhan untuk mendalami pemasaran daring, khususnya melalui lokapasar (marketplace), juga disuarakan Monica, pemilik usaha Madu Non Pasteurisasi asal Karawang. Produk madu non pasteurisasi sudah tersedia di marketplace tetapi dinilai belum optimal.

"Ketika ada program ini saya antusias. Ada coaching dan kami ditanya apa yang belum kami lakukan, dan kelemahan kami. Kami merasa ada kebutuhan untuk lebih memahami pemasaran online," katanya.

Monica menjelaskan madu non pasteurisasi berarti madu tanpa proses pemanasan sehingga tidak ada zat yang hilang. Usaha yang dirintis sejak 2020 ini kini telah berkembang dengan memiliki 9 produk madu dengan sejumlah varian dan ukuran kemasan.

Dia melanjutkan madu sachet dan madu botol menjadi produk yang paling diminati. Saat ini, madu botol telah masuk ke sejumlah koperasi di Bandung. 

Selain aktif mengembangkan usaha madu, Monica juga terbuka untuk membantu UMKM yang hendak mengurus sertifikasi BPOM. Ia punya mimpi membawa produk madu sachet non pasteurisasi bisa menembus pasar ekspor.

"Saya punya banyak harapan. Saya ingin ikut pameran, bisa ekspor madu sachet dan produk madu kami dikenal di seluruh Indonesia," katanya.

Senada, Evi Rumondang, pemilik usaha Errumo Personal Care mengatakan butuh pendampingan lebih untuk meningkatkan penjualan. Dengan karakter essential oil yang memiliki pasar sangat niche, Evi berharap dapat belajar banyak hal melalui Program UMKM Untuk Indonesia untuk Transformasi Digital 2024. 

Ia optimistis produk essential oil Errumo punya peluang besar. Pasalnya, sejumlah konsumen yang pernah mencoba produknya, rutin melakukan pemesanan kembali karena mengaku mendapatkan manfaat.

"Biasanya pembeli dari pameran atau offline. Ketika mereka merasakan manfaat, mereka kemudian memesan secara online," katanya.

Evi melanjutkan, Indonesia memiliki banyak bahan baku essential oil seperti serai, cengkih dan lainnya. Hal itu membuat Errumo dapat memproduksi essential oil yang lebih murah dibandingkan merek lain khususnya dari luar negeri.

Saat ini Errumo Personal Care telah memiliki lebih dari 10 varian produk dengan produk yang paling laris ialah garam untuk berendam dan essential oil. Pembeli produk Errumo Personal Care, kata Evi, umumnya karyawan dengan rentang usia di atas 25 tahun.

"Saya sangat berterima kasih bisa ikut dalam program dari Sampoerna, INOTEK, dan Kabupaten Bogor karena dibukakan jalan ke mana harus bertanya. Saya berharap pendampingan UMKM ini dilanjutkan, karena banyak produk UMKM yang bagus tetapi juga alami kesulitan khususnya untuk branding," imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement