Selasa 26 Mar 2024 13:48 WIB

Tanggapi Film Kiblat, UAH: Bikin Film yang Bagus Konsultasi ke Ulama

Film sebaiknya menyajikan berbagai tuntunan yang betul-betul bisa dipedomani

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Arie Lukihardianti
Poster film Kiblat yang telah ditarik oleh Leo Pictures. Poster dan trailer film arahan sutradara Bobby Prasetyo ini dikecam masyarakat, ulama, dan sineas.
Foto: Dok Leo Pictures
Poster film Kiblat yang telah ditarik oleh Leo Pictures. Poster dan trailer film arahan sutradara Bobby Prasetyo ini dikecam masyarakat, ulama, dan sineas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA----- Ustadz Adi Hidayat (UAH) menanggapi kontroversi film horor berjudul 'Kiblat'. Saat ini, Film Kiblat menjadi viral dan kontroversial karena memunculkan nilai-nilai keagamaan dari sisi horor.

"Dan kita ketahui bersama, hari-hari ini viral satu produksi dari film tertentu yang berjudul Kiblat, kalau kami tidak keliru. Saya sempat juga melihat poster yang beredar baik di media sosial ataupun di berita, dan telah juga mendapatkan tanggapan beragam, termasuk dari MUI dan tokoh-tokoh yang lain," ujar UAH di kanal youtube Adi Hidayat Official, Senin (25/3/2024).

Baca Juga

Menurut UAH, tanggapan terhadap film ini perlu dilihat dari sisi positifnya, yakni sebagai masukan yang mengedukasi, baik untuk pegiat seni ataupun semua pihak. Bahkan juga ustadz-ustadz yang seringkali juga membuat konten-konten, baik itu di media sosial ataupun yang bekerja sama dengan televisi.

"Agar menyajikan berbagai tuntunan yang betul-betul bisa dipedomani, mengandung nilai etis, mengandung nilai moral, mengedukasi, mengarahkan pada kebaikan. Bukan sekedar barangkali mencari peminat ataupun juga penikmat dengan genre tertentu yang justru melahirkan kontroversi," paparnya.

UAH menjelaskan, kiblat adalah arah untuk shalat dan arahnya ke Ka'bah. Sehingga bukan orang yang dengan posisi tertentu melakukan satu adegan tertentu.

Dia juga menyebutkan, maksud dari yang disampaikannya ini bukan untuk menjelekkan, menjatuhkan maupun mencela. Melainkan untuk membangun suasana harmoni yang baik, terlebih di bulan suci Ramadhan ini.

"Kita men-support, bahkan kita dorong, bikin film-film yang bagus. Konsultasi kepada para ulama di MUI, karena bagian dari dakwah. Ada tema-tema tafsir yang bisa dikeluarkan juga untuk menjadi sebuah cerita. Kalau dikonsultasikan, sutradaranya bisa mengemas dengan bagus, jadi film yang dinikmati, orang mendapatkan manfaat, kemudian juga teman-teman di pegiat sendiri mendapatkan manfaat, dan sama-sama belajar dalam kebaikan," papar UAH.

Menurut UAH, sah-sah saja membuat sebuah judul yang menarik perhatian. Tapi menjadi tidak sah jika bertentangan baik dengan nilai moral yang telah mengakar di masyarakat, apalagi nilai keyakinan tertentu.

UAH pun dengan segala hormat mendoakan kepada semua pegiat seni, siapa pun para artis, dan lain sebagainya, agar senantiasa diberi kesehatan dan ide yang brilian dalam menciptakan sebuah karya seni.

"Kepada semua pegiat seni, siapapun para artis, dan lain sebagainya, mudah-mudahan selalu sehat, serta mendapatkan ide-ide yang baik dan brilian," katanya.

UAH juga menyampaikan, kalau ada konten yang baik, tentu lebih bagus disajikan. Toh, masyarakat Indonesia mencapai ratusan juta. Sehingga kalau semua konten yang dihadirkan itu baik maka tidak ada peluang bagi masyarakat melihat yang tidak baik.

"Dan tentunya, insya Allah akan laku juga jika itu disajikan dengan cara yang baik, memikat, dan baik. Jika ada yang baik, mengapa harus menyajikan yang kurang baik? Jika ada yang shaleh, mengapa mesti memilih yang salah?" katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement