REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Viralitas dan popularitas bakal calon (balon) gubernur dan wakil gubernur Jabar tidak menjadi ukuran hasil pemilihan gubernur (Pilgub) Jabar. Karena, saat ini masyarakat Provinsi Jawa Barat (Jabar) sudah cerdas dalam memilih calon pemimpinnya.
Hal tersebut, diungkapkan Pakar Komunikasi Politik dari Unisba Prof Dr Septiawan Santana Kurnia kepada Republika, Jumat (13/9/2024). Menurut Prof Septiawan, kalaupun ada balon yang follower di media sosialnya tinggi, belum tentu menjadi ukuran akan terpilih pada Pilgub Jabar 27 November 2024. ''Di panggung hiburan gembira bisa jadi mereka bertepuk tangan dan terharu, namun saat milih di TPS bisa jadi mempertimbangkan kebutuhan lain,'' ujar Septiawan.
Septiawan menjelaskan, para calon kepala daerah jangan terlalu yakin dengan angka popularitasnya. Dia melihat pencitraan calon gubernur di Jabar yang diciptakan hanyalah gimmick.
Menurutnya, viralitas dan popularitas itu merupakan salah satu indikator yang disajikan di dunia media, khususnya media sosial. Septiawan menegaskan, masyarakat akan lebih melihat karya nyata dan jejak rekam calon yang memiliki hubungan kuat dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dirinya melihat ada realitas di masyarakat sekarang, bahwa hal-hal yang berbau pencitraan tidak akan signifikan mempengaruhi hasil suara pemilu.
Septiawan mengatakan, saat ini banyak realitas yang tersembunyi dari sejumlah bakal calon. Misalnya, bisa saja beberapa calon yang menyampaikan di permukaan, tidak berhubungan atau minta dukungan dari kelompok tertentu. Namun, di balik layar mereka saling berjabat tangan atau istilahnya 'kontrak dagang sapi'.
''Mungkin, kepada media berkata saya tidak begini atau begitu, tapi sebenanrya si calon itu begini dan begitu,'' katanya.
Terkait perbedaan panggung depan dan belakang para balon gubernur, kata Septiawan, masyarakat pemilih sudah banyak yang memahaminya. Oleh karena itu, tidak heran jika hasil pilkada nanti berpeluang 'aneh bin ajaib'.