Selasa 01 Oct 2024 17:02 WIB

Jejak Cagub Jabar Dedi Mulyadi: Pernah Berseteru dengan Ulama, Praktikkan Kemusyrikan

Dedi Mulyadi pernah dijuluki Si Raja Syirik

Calon Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi menunggang kuda menuju Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar, Jalan Garut Kota Bandung, saat akan mendaftar Pilgub Jabar 2024
Foto: Edi Yusuf
Calon Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi menunggang kuda menuju Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar, Jalan Garut Kota Bandung, saat akan mendaftar Pilgub Jabar 2024

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Atmosfer Pilgub Jawa Barat (Jabar) sudah menghangat setelah empat pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur dinyatakan resmi berkontestasi untuk menjadi pemimpin di Tanah Pasundan. Salah satu cagub yang mendapatkan sorotan adalah Dedi Mulyadi yang punya rekam jejak panjang di dunia perpolitikan Indonesia. Saat menjabat sebagai bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi pernah berseteru dengan ulama-ulama Purwakarta hingga Front Pembela Islam (FPI) yang menganggapnya telah melakukan kesyirikan.

Ada sejumlah alasan Dedi Mulyadi dianggap memasyarakatkan syirik sehingga mendapatkan penolakan dan cibiran. Selain membangun banyak patung tokoh pewayangan untuk menghiasi Kota Purwakarta, Dedi Mulyadi dinilai secara terang-terangan mempraktikan kesyirikan. Seperti saat mengarak kepala kerbau keliling kota, menyediakan sesajen di Situ Beleud yang dianggap suguhan untuk setan dan iblis, menghidupkan kembali agama Sunda Wiwitan yang keluar dari ajaran Islam, hingga Dedi Mulyadi disebut-sebut menikah dengan Nyi Roro Kidul.

Baca Juga

Gerakan penolakan terhadap Dedi Mulyadi pun digelar umat Islam Purwakarta yang menyelenggarakan parade tauhid pada periode 2016. Parade ini disebut untuk menjaga Purwakarta dari bahaya syirik dan liberal.

"Ini kemusyrikan," kata KH Syahid Joban yang saat itu memimpin parade tauhid.

Jejak Dedi Mulyadi sebagai bupati Purwakarta yang dianggap secara terang-terangan mempraktikkan kemusyrikan, disebut menodai Purwakarta sebagai Kota Santri. Penolakan terhadap Dedi Mulyadi saat itu sangat kencang dilakukan yang tergambarkan dari banyak spanduk-spanduk kontra kepada Dedi. Bahkan, Dedi dijuluki Si Raja Syirik.

"Assalamu’alaikum, Dedi Mulyadi Silahkan berbudaya di Kota santri, Tapi Jangan Merusak Agama Kami," bunyi tulisan spanduk yang dibawa umat Islam dalam Parade Tauhid.

KH Syahid Joban saat itu menyebut, umat Islam tidak membenci Dedi Mulyadi, tetapi membenci kemusyrikan. Mereka mengaku tidak ridho Kota Santri dikotori dengan kemusyrikan dan kesyirikan. "Demi Allah kami siap membubarkan acara bupati yang berbau syirik," ujar Kiai Syahid.

Saat itu, perseteruan meruncing hingga Dedi Mulyadi diminta untuk memenuhi dua syarat agar perdamaian tercipta. Syarat pertama Dedi harus bertaubat kembali ke jalan Islam yang lurus.

"Kedua, hilangkan kemusyrikan dan patung. Jika tidak, kami siap perang," ujar Kiai Syahid yang memimpin Parade Tauhid yang saat itu dihadiri ribuan umat Islam dan tokoh-tokoh Islam dari dalam maupun luar kota Purwakarta. Bahkan ada tim pengamanan khusus FPI Cikampek dan Kuningan yang hadir saat itu.

Dedi Mulyadi sempat menjelaskan pembangunan patung di setiap taman kota di Purwakarta tak terlepas dari unsur seni dan budaya. Dedi berkata, alasan dibuatnya patung tokoh pewayangan karena wayang adalah khasanah kebudayaan yang melekat dalam tradisi masyarakat Jawa dengan beragam bentuk.

"Seperti kita tahu ada beberapa macam wayang di Sunda Wayang Golek, Wayang Cepak. Ada wayang Kulit Cirebon, ada Wayang Ajen, Wayang Catur dan lain-lain," kata Dedi saat memberikan keterangan kepada wartawan, Sabtu, 28 November 2016.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement