REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI--Memiliki hobi membuat kerajinan, ternyata tak hanya bisa membuat hati senang saja, tapi juga bisa menghasilkan cuan. Hal itu, terjadi pada Rini Nurdiani Pemilik Bisnis Fashion dan Kerajinan Payou. Sebelum memulai bisnisnya, Rini bekerja sebagai pengajar di salah satu bimbingan belajar. Setelah berhenti bekerja, Rini yang memiliki hobi kerajinan mulai memanfaatkan limbah kain perca untuk membuat berbagai produk.
"Alhamdulillah, saya bertemu dengan komunitas positif untuk membuat produk kerajinan. Karena karya saya semakin banyak, jadi saya berpikir terus hasilnya diapakan akhirnya kepikiran untuk dibisniskan," ujar Rini kepada Republika, belum lama ini.
Dengan bermodal awal Rp 10 juta, kata Rini, pada 2015 ia memulai bisnisnya dengan membeli mesin dan bahan kerajinan lainnya. Awalnya, ia hanya membuat produk kerajinan seperti boneka dan pernak-pernik hiasan dinding. Bahkan, pada 2018 ia sempat mengisi di beberapa tempat salah satunya di The Great Asia Afrika Lembang.
Namun, ketika pandemi melanda, ia beradaptasi dengan membuat masker kain bersulam. “Saat itu, masker medis langka. Saya mencoba membuat masker kain dengan sentuhan khas, menggunakan sulam benang Sasiko. Awalnya hanya untuk saya sendiri, tetapi setelah diposting di media sosial, ternyata banyak yang tertarik,” paparnya.
Respon positif dari pasar, kata dia, membuat usahanya berkembang pesat. Masker buatannya bahkan dipesan dari Singapura, New Zealand, hingga Amerika Serikat. “Ada pesanan dari luar negeri, tetapi sempat saya tolak karena bahan yang mahal. Namun, ini membuktikan bahwa produk handmade kita memiliki nilai lebih,” kata Rini.
Tak hanya masker, Payou kini berfokus pada fashion craft, khususnya outer dengan sentuhan sulam tangan dan batik tulis. Rini juga aktif dalam komunitas UMKM di Cimahi dan bergabung dalam program binaan BRI serta Dinas Koperasi dan UMKM. “Kami tergabung dalam kelompok UMKM untuk berinovasi, terutama dalam membantu sesama pelaku usaha kecil,” katanya.

Terkait omzet, saat ini masih tentatif Rp 10 sampai 20 juta karena belum stabil. Namun, Rini bersyukur bisa mempekerjakan pekerja tetap ada 4 orang. Serta, mempekerjakan ibu-ibu tetangga rumah saat pesanan banyak berdatagan.
"Alhamdulillah, kami bisa memberdayakan ibu-ibu disekitar rumah kalau permintaan naik seperti sekarang mau lebaran ini," katanya.
Rini mengatakan, ia terus berinovasi dalam industri fashion berbasis kriya. Salah satunya, dengan memadukan teknik sulam benang Sashiko dan batik. Sehingga, bisa menghadirkan produk handmade eksklusif yang kini diminati hingga mancanegara.
Keunikan produk Payou terletak pada penggunaan bahan ramah lingkungan. Rini memanfaatkan limbah kain dan teknik eco-print untuk membuat produk fashionnya. “Awalnya, saya punya banyak kain sisa dari produksi mukena katun Jepang. Sayang jika dibuang, akhirnya saya mengikuti pelatihan dari Dekranasda Jabar dan mulai membuat produk berbasis eco-print serta memanfaatkan limbah kain,” kata Rini.
Rini menjelaskan, limbah kain perca di tangannya bisa menjadi banyak produk. Di antaranya,

menjadi lukisan Kimekomi. Yakni, teknik membuat lukisan dari kain perca dengan cara diselipkan tak dijahit. Selain itu, membuat batik cap tulis menggunakan bahan limbah kardus dan kain perca tenun sampai ke sekecil-kecilnya.
Menurut Rini, ia memanfaatkan limbah kain dan limbah kardus untuk membuat sebuah produk karena ingin melestarikan lingkungan dengan mengurangi sampah. Meskipun kontribusinya kecil, ia ingin turut berkontribusi mengurangi limbah terutama limbah kain.
"Karena ternyata, sayang banget kalau tidak dimanfaatkan ada nilai jualnya. Meskipun, pengerjaannya pastinya cukup telaten karena harus dicocok-cocokan motifnya," katanya.