Rabu 09 Apr 2025 16:33 WIB

AAI Bandung Ingatkan DPR RI Terkait Isu Krusial di RUU HAP

Sedikitnya ada tiga isu krusial pada substansi RUU HAP

Rep: Muhammad Taufik/ Red: Sandy Ferdiana
DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Bandung dan Fakultas Hukum Unpar menggelar diskusi publik terkait Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU HAP) di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) JL Perintis Kemerdekaan, No. 5 Kota Bandung, Rabu (9/4/2025). Sedikitnya ada tiga hal krusial dalam RUU HAP, yakni tentang konsep keadilan restoratif, keterbatasan akseptabilitas tersangka atau terdakwa, serta kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan dalam perkara korupsi.
Foto: Muhammad Taufik/REPUBLIKA
DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Bandung dan Fakultas Hukum Unpar menggelar diskusi publik terkait Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU HAP) di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) JL Perintis Kemerdekaan, No. 5 Kota Bandung, Rabu (9/4/2025). Sedikitnya ada tiga hal krusial dalam RUU HAP, yakni tentang konsep keadilan restoratif, keterbatasan akseptabilitas tersangka atau terdakwa, serta kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan dalam perkara korupsi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-- Dalam upaya mendorong reformasi hukum acara pidana, DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Bandung dan Fakultas Hukum Unpar menyodorkan sejumlah isu krusial dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU HAP). Di antaranya tentang konsep keadilan restoratif, keterbatasan akseptabilitas tersangka atau terdakwa, serta kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan dalam perkara korupsi.

Demikian disampaikan DPC AAI Bandung dan Fakultas Hukum Unpar dalam diskusi publik yang berlangsung di Gedung Indonesia Menggugat (GIM) JL Perintis Kemerdekaan, No. 5 Kota Bandung, Rabu (9/4/2025).

Ketua DPC AAI Bandung Aldis Sandvika SH MH mengatakan, AAI bersama FH Unpar tengah mengkaji beberapa poin di dalam RUU HAP. Kata dia, sedikitnya ada tiga hal krusial dalam RUU HAP. Yakni tentang konsep keadilan restoratif, keterbatasan akseptabilitas tersangka atau terdakwa, serta kewenangan aparat penegak hukum dalam perkara korupsi.

‘’Kami harap diskusi di Gedung Indonesia menggugat ini bisa memberikan masukan kepada DPR RI dan eksekutif untuk membuat KUHAP yang lebih baik,’’ ujarnya.

Tenaga Profesional Bidang Hukum dan HAM Lemhannas RI Andrea H. Poeloengan mengatakan, RUU ini harus secara tegas mengatur kedudukan, tugas, dan tanggung jawab advokat guna menjamin perlindungan HAM dan proses peradilan yang transparan.

"Proses penyidikan dan penyelidikan perlu ada pengawasan, dan pengawasan itu perlu didukung oleh kejaksaan, sehingga jaksa terlibat di awal tetapi dari proses prapenuntutan, penuntutan,  pendakwaan polisi dilibatkan, " pungkasnya.

Menurut Dekan Fakultas Hukum Unpar yang juga sebagai Ketua Tim Pengkaji RUU HAP Dr R Budi Prastowo SH M.Hum, regulasi yang baru tidak boleh sampai melemahkan standar perlindungan hukum dibandingkan KUHAP yang berlaku saat ini. RUU HAP, tutur dia, seharusnya membawa perbaikan.

Oleh karena itu, sambung Budi, kajian mendalam terkait RUU HAP diperlukan untuk memastikan aspek keadilan dan hak asasi manusia tetap menjadi prioritas utama. ‘’Aspek keadilan dan HAM harus diutamakan,’’ ujarnya

Acara yang dimoderatori oleh Widianto Soekarnen Wakil Ketua DPC AAI Bandung ini berlangsung penuh antusias, dan mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan, baik praktisi, akademisi maupun media. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement