REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Wacana pemekaran wilayah Jawa Barat (Jabar) menjadi lima provinsi menjadi perbincangan pekan ini. Isu itupun menuai ragam reaksi dari warga. Termasuk, di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang disebut masuk kluster Provinsi Sunda Priangan (Bandung Suci).
Selain dua wilayah itu, ada juga Kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang yang ramai diisukan akan dimekarkan menjadi Provinsi Sunda Priangan.
Asep Sulaeman (53) salah seorang warga Desa Bojongmekar, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat mengaku tak setuju jika Jabar dipecah menjadi lima provinsi. "Iya enggak setuju, enggak ada urgensinya wacana pemecahan jadi 5 provinsi segala," ujar Asep, Jumat (27/6).
Menurutnya, dari pada sibuk mewacanakan pemekaran wilayah Jabar, lebih baik saat ini pemerintah baik Pemprov Jabar dan DPRD Jabar fokus untuk meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat di berbagai sektor.
Terlebih lagi Asep meyakini Gubernur Jabar Dedi Mulyadi bersama Pemprov Jabar saat ini masih bisa memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Apalagi di kewilayahan ada Pemkab Bandung Barat di wilayahnya.
"Fokus aja yang ada benahi pelayanan dan pembangunan daripada sibuk ngurus pemekaran. Apalagi prosesurnya kan panjang, lama mending fokus yang ada saja. Sama Kang Dedi Mulyadi juga bisa (mengurus Jawa Barat), yang terpenting sekarang harus sinergi Pemprov Jabar dan DPRD," katanya.
Sementara itu Whisnu (35), warga Kota Cimahi mengaku heran wacana pemekaran wilayah Jabar malah dimunculkan DPRD Jabar. Menurutnya, lebih baik DPRD dan Pemprov Jabar menguatkan sinergi untuk pembangunan Jawa Barat. "Menurut saya enggak ada urgensinya, ngapain juga dimekarkan segala. Apalagi di setiap kota kabupaten juga sudah ada pemda-nya," katanya.
Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Arlan Siddha menilai wacana pemekaran Provinsi Jabar menjadi lima provinsi belum saatnya terjadi. Sebab, terdapat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan terlebih dahulu mulai dari anggaran, sosial dan lainnya. "Wacana sah sah saja, hal itu secara konteks hari ini Indonesia saya pikir belum saatnya bukan mengatakan tidak bisa tapi belum saatnya," kata Arlan.