Ahad 31 Aug 2025 13:29 WIB

Tingkatkan Kompetensi, Puluhan Guru di Bandung Ikuti Pelatihan Hadirkan Pembicara dari Jepang

Guru harus mendalami kemajuan teknologi

Sensei Hidemi Tanaka menyampaikan materi saat kegiatan The 4th Practice Asian Exchange 2025 bertajuk STEM Workshop for Secondary Teachers, di RSG Gagasceria, Kota Bandung, Kota Bandung, Sabtu (30/8/2025).
Foto: Edi Yusuf
Sensei Hidemi Tanaka menyampaikan materi saat kegiatan The 4th Practice Asian Exchange 2025 bertajuk STEM Workshop for Secondary Teachers, di RSG Gagasceria, Kota Bandung, Kota Bandung, Sabtu (30/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Untuk Meningkatkan wawasan, puluhan guru jenjang SMP Kota Bandung mengikuti kegiatan The 4th Practice Asian Exchange 2025 bertajuk STEM Workshop for Secondary Teachers bersama tenaga pengajar dari Jepang di Ruang Serbaguna SMP Gagasceria, Kota Bandung, akhir pekan lalu. Kegiatan tersebut, digelar berkolaborasi dengan Asosiasi Lesson Study Indonesia (ALSI), Center for Excellence of Lesson and Learning Studies (CELLS) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan University of Tsukuba.

Pembicara yang dihadirkan, adalah Professor Masami Isoda, yang merupakan pakar lesson study, inovasi pembelajaran matematika dan pengembangan kurikulum STEM (Science), Teknologi (Technology), Teknik/Rekayasa (Engineering), dan Matematika (Mathematics), lalu STEM Science Teacher Tatsumi Sumi.

"Kami berharap, pelatihan ini mampu meningkatkan kapabilitas guru dalam mengasah pola pikir kritis anak," ujar Direktur Sekolah Gagasceria Fisianty Harahap.

Menurutnya, workshop ini dilakukan tak lain bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam mendidik anak. Khususnya mendalami kemajuan teknologi, seperi pemanfaatan artificial intelligence yang telah dilakukan oleh pengajar di Jepang. "Pertama workshop coding dan robotik, kedua bagaimana matematika dan penggunaan ICT dalam pembelajaran matematika," kata Fisianty.

Kehadiran ahli pendidikan dari Jepang ini, kata dia, salah satunya karena memang mereka sudah lebih dulu mendalami STEM. Sehingga, lebih piawai dalam mengimplementasikan pengajaran kepada anak dengan skema berbeda.

"Hal yang paling menonjol dari mereka adalah, bagaimana pengetahuan itu dibangun dari anak. Walaupun di Gagasceria kita sudah mencoba, tapi kita perlu melihat orang lain mengerjakannya. Nah itu yang kita coba pelajari dan ditularkan ke guru-guru," katanya.

Fisianty berharap, melalui massifnya kegiatan seperti ini mampu meningkatkan wawasan para guru, dalam mengembangkan pola mengajar guna kemajuan dunia pendidikan di masa depan. "Kita bersama-sama, saling sharing. Nah kita ingin bangun culture itu. Hayu kita maju sama-sama, gitu," katanya.

Sementara itu, Prof. Masami Isoda menyoroti makna mendasar dari open lesson sebagai jembatan antara praktik nyata guru di kelas dengan kebijakan pendidikan. Ia menilai, reformasi pendidikan di banyak negara kerap hanya menyentuh ranah kurikulum. Padahal, pembaharuan sejati seharusnya lahir dari pengalaman langsung di ruang kelas.

“Ketika kurikulum itu diganti, maka sebenarnya sumber aslinya adalah dari buka kelas. Ketika kelasnya dibuka, maka kita bisa memberikan rekomendasi-rekomendasi, inovasi-inovasi, untuk merubah kurikulum. Jadi ada pengetahuan aktual guru yang diperoleh dari kelas. Bukan semata-mata pengetahuan teori. Ini yang kami bawa," papar Prof Isoda.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement