Kamis 16 Oct 2025 16:43 WIB

Jabar akan Hadapi Babak Ketiga Turbulensi Fiskal di 2026

Pascapandemi, Jabar sempat mengalami rebound ke level Rp 37 triliun.

Rep: Muhammad Taufik/ Red: Ferry kisihandi
Anggota DPRD Jabar, Daddy Rohanady.
Foto: dok pribadi
Anggota DPRD Jabar, Daddy Rohanady.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Barat kembali menjadi sorotan. Tahun 2025 ini, total APBD Jabar tercatat Rp 31,85 triliun, jauh di bawah masa keemasan saat menembus angka Rp 44 triliun beberapa tahun silam.

Fluktuasi tajam yang terjadi disebut sebagai turbulensi atau guncangan yang menggambarkan betapa tidak stabilnya keuangan daerah akibat dinamika global maupun nasional.

Daddy Rohanady, anggota DPRD Jabar menjelaskan, Jabar mengalami tiga kali turbulensi besar dalam satu dekade terakhir. “Turbulensi jilid satu terjadi saat pandemi COVID-19 melanda dunia,” ujarnya kepada Republika melalui saluran telepon, Kamis (16/10/25) siang.

Dikatakan Daddy, APBD Jabar yang semula Rp 44 triliun terjun bebas hingga Rp 34 triliun, koreksinya hampir 25 persen.

Pascapandemi, Jabar sempat mengalami rebound ke level Rp 37 triliun. Namun, stabilitas fiskal kembali terguncang akibat penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). .

“Itu turbulensi jilid dua, dampaknya, APBD kembali merosot menjadi sekitar Rp 31 triliun,"ucapnya.

Kini, badai ketiga sudah di depan mata. Turbulensi jilid tiga diperkirakan terjadi pada 2026, ketika skema Transfer ke Daerah (TKD) baru mulai diberlakukan. Daddy memperkirakan, APBD Jabar bisa turun lagi hingga Rp 28 triliun– Rp 29 triliun.

“Ini bukan hanya angka, tetapi juga cerminan dari berkurangnya kemampuan daerah untuk membiayai berbagai program pelayanan publik,” tuturnya.

Dampaknya, sejumlah kegiatan terpaksa direduksi. Daddy mengatakan, Gubernur Jabar telah menyampaikan efisiensi harus menjadi semangat baru birokrasi. Dari uang perjalanan dinas hingga jika nanti ada tamu yang datang ke Jawa Barat, jangan heran bila hanya disuguhi air putih tanpa makanan seperti dulu.

Meski begitu, semangat pelayanan publik tak boleh padam. “Pak Gubernur selalu bilang biarlah birokrat berpuasa, yang penting rakyat tetap berpesta,” ujarnya.

Daddy juga mengingatkan agar efisiensi tidak mengorbankan fungsi kontrol dan pengawasan birokrasi.

“Bagaimana ASN bisa melakukan pekerjaan di lapangan kalau SPPD-nya tidak ada? Tidak mungkin mereka pakai uang pribadi untuk itu. Ini harus dicermati agar kualitas kerja tidak menurun,” tegasnya.

Di tengah keterbatasan fiskal, ia berharap semangat Jabar Istimewa tagline kebanggaan Jabar tetap bisa diwujudkan. “Kelihatannya sederhana, hanya dua kata. Tapi untuk merealisasikannya butuh tenaga, spirit, dan sumber daya yang luar biasa dan kita harus optimis bisa melewati turbulensi tersebut,” ujar Daddy. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement