Kamis 23 Oct 2025 14:16 WIB

Keracunan MBG Berulang, Pemkab Bandung Barat Targetkan Seluruh SPPG Punya SLHS Akhir Tahun

Setiap SPPG wajib memiliki SLHS sebagai bentuk kepatuhan terhadap standar higiene

Rep: Ferry Bangkit Rizki / Red: Arie Lukihardianti
Siswa yang diduga keracunan hidangan makan bergizi gratis (MBG) menjalani perawatan medis di ruang kelas SMPN 1 Cisarua, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (Ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Abdan Syakura
Siswa yang diduga keracunan hidangan makan bergizi gratis (MBG) menjalani perawatan medis di ruang kelas SMPN 1 Cisarua, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Pemkab Bandung Barat menargetkan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat sudah dilengkapi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) akhir tahun ini. Harapannya, pemenuhan itu bisa meminimalisir insiden keracunan usai mengkonsumsi Makan Bergizi Gratis.

"Di KBB ada 122 SPPG, kami menargetkan 91 SPPG paling lambat pada 30 Oktober 2025 sudah mengantongi SLHS. Tapi pada akhir tahun ini ditargetkan semua SPPG sudah memiliki SLHS," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan KBB, Lia Nurliana Sukandar, Rabu (23/10/2025).

Baca Juga

Insiden keracunan massal usai mengkonsumsi menu MBG di Bandung Barat sendiri menjadi sorotan karena tercatat sudah terjadi beberapa kali. Ada sekitar 1.817 siswa di wilayah Cipongkor, Cihampelas, Cisarua dan Padalarang.

Lia mengatakan, setiap SPPG wajib memiliki SLHS sebagai bentuk kepatuhan terhadap standar higiene dan sanitasi. Untuk mempercepat proses, Puskesmas sudah diintruksikan melakukan jemput bola ke SPPG yang ada di wilayahnya. "Setiap SPPG harus memiliki ahli gizi serta tenaga penjamah makanan bersertifikat," kata Lia.

Selain itu, kata dia, dilaksanakan pelatihan penjamah makanan atau foodhandler yang diikuti kepala SPPG, relawan, yayasan, mitra SPPG, dan ahli gizi. Tak hanya itu, syarat utama yang kini diterapkan adalah Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) dengan nilai minimal 80. Apabila nilainya di bawah standar, pengelola diwajibkan melakukan perbaikan.

Kemudian, kata Lia, dilakukan uji laboratorium terhadap sampel air, makanan, alat makan serta usap dubur seluruh karyawan untuk memastikan kebersihan dan keamanan. Langkah ini untuk memastikan seluruh makanan yang dikonsumsi benar-benar aman dan memenuhi standar gizi.

Lia juga mengingatkan agar SPPG tidak memaksakan penggunaan bahan baku atau air yang berkualitas buruk, sebab dapat berisiko terhadap kesehatan anak. Juga bagi balita, ibu hamil, dan ibu menyusui yang penyaluran MBG-nya dilakukan melalui Posyandu.

Lia menegaskan, setiap pengelola SPPG wajib berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan sebelum beroperasi. Pasalnya, sebelum kejadian keracunan belum ada SPPG yang melakukan koordinasi dengan Dinkes KBB.

"Kami tidak ingin kasus seperti di Cipongkor, Cihampelas, dan Cisarua terulang lagi. Seluruh korban yang sempat dirawat, seluruhnya sudah dinyatakan sembuh 100 persen. Namun ini jadi pelajaran penting agar semua pihak lebih disiplin," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement