REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Namanya mencari cuan, cara apapun akan dilakoni, tak peduli barang yang dijual halal ataupun haram. Yang penting laku dulu. Gimana caranya biar cepat laku? Tentu harus pakai cara masa kini yang lebih memenuhi ekspektasi pelanggan.
Begitulah prinsip pemuda Tarogong Kidul Kabupaten Garus berinisial AS. Awalnya, hidup AS di Tarogong Kidul berjalan seperti film aksi versi Garut: penuh strategi, sedikit nekat, tapi tetap “profesional.”
Ia menjual minuman keras dengan gaya modern—COD alias cash on delivery. Pesanan datang lewat ponsel, barang diantar, uang berpindah tangan, semua tampak rapi dan efisien.
Pembeli senang, penjual lebih senang. Transaksi pertama lancar, kedua pun sukses, dan ketiga membuatnya makin percaya diri. “Ah, bisnis lancar ini,” pikirnya sambil tersenyum kecil di balik helm ojeknya.
Namun seperti kata pepatah, “sepandai-pandainya tupai melompat, pasti ketahuan juga kalau lompatnya sambil bawa miras.” Aksi COD AS rupanya terendus polisi.
Tim Samapta Polres Garut yang sedang patroli malam itu mencium gelagat mencurigakan: ada transaksi misterius di pinggir jalan, dan aroma khas alkohol yang menembus dinginnya udara Kerkof. Begitu disergap, tas AS bukan berisi makanan ringan, melainkan 24 botol minuman keras berbagai merek.
“Wah, ini bukan parsel lebaran, atuh,” ujar salah satu petugas sambil menahan tawa.
AS pun tak banyak bicara, mungkin sedang menyesali kenapa tidak memilih jualan es kelapa saja. Polisi lalu menggiringnya ke markas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dari sana, terbongkarlah jaringan mini COD miras yang sempat bikin resah warga Tarogong Kidul.