REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus memperhatikan kemungkinan dampak yang muncul dalam digitalisasi dan modernisasi pendidikan. Ia khawatir, digitalisasi pendidikan dapat menyebabkan diskriminasi terhadap siswa yang tidak memiliki gawai.
"Yang saya khawatir adalah menjadi sebuah gaya baru bagi siswa yang tidak punya gawai, tidak punya laptop, tidak punya komputer dianggap terbelakang. Ini kan juga harus kita jawab," kata Ferdiansyah, dalam sebuah diskusi daring, dipantau di Jakarta, Ahad (31/1).
Ia mengatakan, bagi anak dan remaja rasa gengsi akan muncul untuk selalu tampil terdepan. Tentunya, ia tidak ingin digitalisasi sekolah menyebabkan anak-anak merasa dituntut untuk menjadi yang terdepan dalam hal kepemilikan gawai.
Selama pembelajaran di masa pandemi ini, Ferdiansyah mengatakan mestinya pemerintah sudah memiliki data kondisi pendidikan di seluruh daerah-daerah. Pemetaan anak menggunakan gawai harus diketahui untuk pengembangan digitalisasi pendidikan. "Kalau masuk tataran gengsi, ini gawat ini untuk selalu tampil terdepan. Nah, ini bagaimana," kata dia menambahkan.
Indonesia negara dengan pulau yang begitu banyak, latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan demografi yang begitu beragam. Hal ini akan mempengaruhi kondisi lingkungan siswa-siswa di seluruh Indonesia. "Digitalisasi secara tidak langsung akan bisa menyebabkan demoralisasi dan pengikisan ideologi. Ini yang harusnya diantisipasi oleh Kemendikbud," kata Ferdiansyah menegaskan.