REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pakar Bioekologi IPB University Hawis Maddupa memaparkan bahwa transplantasi terumbu karang sebagai salah satu upaya rehabilitasi perlu dilakukan mengingat posisi Indonesia yang berada di segitiga terumbu karang dunia.
Wilayah tersebut tergabung dengan wilayah Indopasifik dan telah dikaji bahwa 55 persen ikan-ikan terumbu juga berada di sana. Sehingga penting bagi berbagai pihak untuk melalukan konservasi bagi biota laut. "Mengingat ancaman eksploitasi makin meningkat seperti overfishing dan polusi," ujar Hawis menurut keterangan resmi IPB University diterima di Jakarta, Selasa (13/7).
Menurut Hawis, Indonesia berada hampir sempurna pada posisi tengah segitiga terumbu karang yang terkenal sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Dengan spesies terumbu karang berjumlah hampir 76 persen berada disana dan 37 persen ikan berlokasi di tempat yang sama.
Untuk kondisi terumbu karang di Indonesia sendiri, sekitar 30 persen memiliki tutupan karang lebih dari 50 persen atau dinilai sangat baik. Sisanya, sebanyak 70 persen memiliki tutupan karang kurang dari 50 persen berdasarkan survei Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) pada 2020.
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB University itu mengatakan bahwa kondisi terumbu karang di Indonesia bergantung pada letak geografisnya. Perbedaan utamanya terletak pada persentase penutupan, terutama di bagian barat tekanannya sangat tinggi.
Oleh karena itu, cara mengatasinya yakni dengan pengelolaan yang baik dan upaya meningkatkan kondisi terumbu karang yang buruk. Kriteria yang perlu dipertimbangkan wilayah lokasi dan cara mengkombinasikan dengan modul rehabilitasi karang untuk restorasi. Media transplantasi karang salah satunya dapat menggunakan Biorock, Reefball, BioReefTek, media jaring, media besi atau logam, atau PVC.
Faktor penentu rehabilitasi dengan transplantasi karang sendiri tidak hanya bergantung pada metodenya, tapi juga agenda pengawasan yang berkelanjutan dan efektif. Selain itu, perlu adanya metode-metode tambahan seperti teknologi eDNA untuk melakukan biomonitoring untuk mengestimasi dan mendata terumbu karang yang telah ditransplantasi.
Hal ini karena menggunakan survei secara visual kadang tidak terlalu akurat. Dengan teknologi itu dapat mengungkapkan spesies asli, introduksi, dan invasif pada tahap awal transplantasi karang sebagai sistem peringatan dini dalam pengawasan.