REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Para petani di sejumlah daerah di Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu sudah mulai memasuki musim panen gadu (kemarau) 2021. Meski terbilang panen perdana, namun harga gabah di tingkat petani tidak sesuai harapan mereka.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cirebon, Tasrip Abu Bakar, menyebutkan, panen gadu di Kabupaten Cirebon saat ini sudah terlihat di wilayah Kecamatan Susukan, Arjawinangun, Ciwaringin, Klangenan, Babakan, Losari dan Pabedilan.
Tasrip menjelaskan, total luas lahan tanaman padi pada musim gadu di Kabupaten Cirebon mencapai sekitar 42 ribu hektare. Dari jumlah tersebut, lahan yang sudah panen di kisaran 5 - 10 ribu hektare.
"Saat ini masih awal panen. Puncak panen pada September," ujar Tasrip kepada Republika, Jumat (6/8).
Tasrip mengatakan, dari lahan yang sudah panen, produktivitas padi yang dihasilkan petani cukup tinggi. Yakni, antara 6 – 7 ton per hektare.
Tasrip menilai, tingginya produktivitas padi pada panen kali ini disebabkan pengaruh cuaca yang mendukung dan tidak terjadi banjir. Selain itu, tanaman padi juga cukup aman dari serangan hama, termasuk tikus.
Meski dari sisi produktivitas tinggi, namun Tasrip mengungkapkan, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani tidak sesuai seperti yang diharapkan. Saat ini, harga GKP rata-rata hanya Rp 3.800 – Rp 4.000 per kg.
Padahal biasanya, harga GKP di masa panen gadu bisa mencapai Rp 4.500 per kg. Sedangkan harga gabah kering giling (GKG), biasanya mencapai Rp 5.000 – Rp 5.500 per kg.
Tasrip mengaku, tidak mengetahui pasti penyebab harga gabah yang kini tidak sesuai harapan petani. Dia menilai, hal itu kemungkinan bisa disebabkan kurangnya penyerapan dari pasar akibat tutupnya rumah makan dan usaha kuliner lainnya selama penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Selain itu, adanya program bantuan sosial (bansos) beras juga kemungkinan bisa menyebabkan kondisi tersebut. Ditambah lagi, sejumlah daerah lumbung padi lainnya terutama Jawa Tengah, juga sudah mulai panen.
Tasrip menambahkan, kebiasaan petani dan ditambah dengan harga saat ini yang tidak sesuai dengan harapan, maka gabah hasil panen itu akan disimpan. Apalagi, saat ini kondisi cuaca panas sehingga petani dapat menjemur gabah dan menyimpannya.
"Semoga harga gabah nanti bisa lebih tinggi lagi," tukas Tasrip.
Sementara itu, kondisi serupa juga terjadi di Kabupaten Indramayu. Saat ini, daerah lumbung pangan nasional itupun sudah mulai panen di sejumlah wilayahnya.
Wakil Ketua KTNA Kabupaten Indramayu, Sutatang, menjelaskan, luas areal yang sudah panen ada sekitar 20 ribu hektare. Adapun daerah yang sudah mulai panen itu di antaranya Kecamatan Terisi, Kroya, Gantar, Haurgeulis dan Sindang.
"Produktivitas di lahan-lahan yang sudah panen cukup tinggi," kata Sutatang.
Sutatang menyebutkan, produktivitas panen saat ini rata-rata 7,4 ton per hektare untuk GKP. Tingginya produktivitas itu dikarenakan minimnya serangan hama dan ketersediaan air yang memadai.
Namun, untuk harga gabah, Sutatang menyatakan, tidak seperti yang diharapkan petani. Untuk GKP, bervariasi antara Rp 3.800 - Rp 4.200 per kg.
"Harga ideal yang diharapkan petani untuk GKP sebesar Rp 4.500 per kg," ucap Sutatang.
Diperkirakan, banyaknya bantuan dalam bentuk beras kepada masyarakat menjadi salah satu penyebabnya. Ditambah lagi, daerah lain juga banyak yang sudah panen sehingga stok gabah cukup berlimpah.
Sutatang menyebutkan, di musim panen gadu, petani sudah biasa menyimpan 80 persen hasil panennya. Hanya sekitar 20 persennya yang dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.