REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jabar menginisiasi peternak sapi perah untuk mengelola kotoran sapi menjadi pupuk organik. Menurut Kepala DKPP Jabar Jafar Ismail, selain untuk menambah nilai ekonomi, misi yang paling penting adalah mengurangi masalah pencemaran dan kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum.
Peluncuran pelepasan pemasaran perdana pupuk organik limbah kotoran hewan (kohe) dilakukan oleh Koperasi Peternakan Susu Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan pada Lembaga Sosial Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kelestarian Alam “Leuwikeris Hejo” Ciamis di Kantor KPBS Pangalengan, Kabupaten Bandung, Kamis (2/9). Pada pengiriman perdana tersebut KPBS mengirimkan 15 ton pupuk organik.
Hadir secara virtual Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang melepas resmi pengiriman perdana tersebut.
Jafar mengatakan, Rencana Aksi (Renakasi) Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan (PPK) DAS Citarum yang dilakukan oleh DKPP Jabar di antaranya pembinaan kepada para peternak yaitu fasilitasi pengolahan limbah kotoran hewan (kohe) menjadi pupuk organik. Pihaknya berharap, progarm ini dapat menyelesaikan masalah pengendalian pencemaran dan kerusakan daerah aliran Sungai Citarum.
Berdasarkan hasil analisa tenaga ahli Pokja Limbah Peternakan pada Tahun 2020, beban pencemaran limbah peternakan ke Sungai Citarum dari Kabupaten Bandung, Bandung Barat dan Bekasi yaitu BOD 4.681,36 kg/hari; COD 11.460,01 kg/hr; Total N 24,55 kg/hr dan Total P 3,83 kg/hari.
Beban pencemaran ini dapat berkurang dengan melakukan pengolahan limbah kotoran ternak menjadi pupuk organik, biogas atau vermikomposing.
“Renaksi PPK DAS Citarum yang dilakukan oleh DKPP menindaklanjuti pelatihan dan bimbingan teknis pengolahan limbah kotoran hewan, revitalisasi bangunan pengolahan, fasilitasi sarana alat dan mesin pengolahan pupuk organik, pendampingan proses sertifikasi dan ijin edar pupuk organik," paparnya.
Pada Bulan Maret 2021, kata dia, telah diberikan bantuan sarana berupa mesin pengolah pupuk dan kendaraan roda 3 kepada KPBS Pangalengan dan KPSBU Lembang.
Melalui pemanfaatan teknologi, kata dia, kotoran hewan yang biasa dibuang ke selokan atau sungai dilakukan pengolahan agar bermanfaat, memberikan nilai tambah usaha peternakan. Sehingga, meningatkan pendapatan peternak yang akan menggerakan kewirausahaan bidang agrikultur yang berkelanjutan di Jawa Barat.
Jafar menjelaskan, salah satu kelompok yang telah berhasil melakukan pengolahan kotoran hewan menjadi pupuk organik dan telah memiliki pasar adalah Kelompok Taruna Mukti di Kabupaten Bandung. Kelompok ini, telah memiliki Sertifikat Organik dan telah melakukan kerja sama pemasaran secara kontinyu dengan Lembaga Sosial Pemerhati Lingkungan Hidup dan Kelestarian Alam “Leuwikeris Hejo” yang membutuhkan 3.500 ton pupuk organik pertahun.
Pengolahan pupuk organik tersebut, kata dia, direplikasi oleh para petermak anggota KPBS Pangalengan dan Koperasi Peternakan Susu Bandung Utara (KPSBU) Lembang. KPBS pun bekerja sama dengan Taruna Mukti untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik Leuwikeris Hejo.
“Melalui Launching Pemasaran Perdana Pupuk Organik KPBS Pangalengan ke Leuwikeris Hejo diharapkan dapat memotivasi para peternak untuk melakukan usaha pengolahan pupuk organik dan membuka peluang pasar bagi stake holder lainnya untuk dapat menyerap produksi pupuk organik limbah peternakan," paparnya.
Selain itu, kata dia, para memegang kebijakan baik di pusat maupun di daerah, ia menilai perlu ada terobosan inovasi pengolahan kohe menjadi biogas, pupuk cair dan padat untuk meningkatkan pendapatan peternak.
"Dengan demikian, tingkat pencemaran di DAS Citarum dapat terus berkurang, sehingga diharapkan dalam tiga tahun ke depan bebas dari pencemaran limbah peternakan," katanya.