REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Kontrak kerja sama TPST Bantargebang antara Pemerintah Kota Bekasi dengan Pemprov DKI Jakarta segera berakhir pada Oktober mendatang. Kini, kedua belah pihak sedang membahas keberlanjutan kerja sama itu. Termasuk soal uang kompensasi bau yang diterima warga di tiga kelurahan area TPST Bantargebang.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi, Yayan Yuliana, mengatakan, selama uang kompensasi yang diterima warga kelurahan Cikiwul, Ciketing Udik, dan Sumur Batu adalag sebesar Rp 300 ribu per bulan.
"Kalau saya pikir masih rendah ya, masih terlalu kecil dibandingkan dampak yang terjadi dari adanya tempat pembuangan tersebut," kata Yayan, kepada wartawan, Senin (20/9).
Untuk itu, pihak pemkot dan Pemprov DKI sedang menghitung formula kenaikan biaya kompensasi tersebut. Dia mengatakan, uang kompensasi harus menghitung kelayakan dan kondisi masyarakat di tiga kelurahan terdampak itu.
"Kompensasinya harus layak, jangan sampai asal saja. Makanya kita memandang kompensasi yang diberikan itu masih terlalu sedikit, masih terlalu rendah," ujar Yayan.
Sebelumnya, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, mengharapkan, mengharapkan ada langkah strategis yang dapat mengubah pembuangan sampah itu menjadi energi baru terbarukan.
Hal itu bisa memberikan multiplier effect sekaligus mengurangi deposit sampah. "Harus ada tempat pembuangan sampah terpadu yang menggunakan energi terbarukan, yaitu menjadi listrik, menjadi bahan batu briket bara, supaya mengurangi deposit," ujar kata Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi, Sabtu (18/9).
Pembuangan sampah yang ada, masih menggunakan metode yang lama. Yakni open dumping dan landfill. Cara yang cukup mudah, namun jika tidak ditangani segera bisa memicu masalah baru yang lebih besar. Saat ini, gunungan sampah di TPST Bantargebang sudah nyaris melebihi kapasitas.