REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto mengapresiasi terbitnya surat telegram Kapolri yang berisi siap melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan terhadap masyarakat. Menurutnya, hal tersebut merupakan tanda bahwa Polri mengevaluasi jajarannya.
"Untuk memastikan agar tidak abuse of power, sewenang-wenang, dan tetap menjunjung tinggi HAM," ujar Didik saat dihubungi, Selasa (19/10).
Dalam negara hukum yang demokratis seperti Indonesia, ruang digital yang begitu terbuka membuat semuanya transparan dan dilihat publik. Semua yang dilakukan tidak akan luput dari pantauan publik, tidak terkecuali perilaku para aparat kepolisian.
"Jika Kapolri tidak punya kepekaan untuk segera melakukan perbaikan dan mitigasi terhadap perilaku para anggotanya yang merugikan masyarakat, maka bukan saja kepercayaan publik akan terus menurun, tapi transformasi kultural Polri tidak akan pernah terwujud," ujar Didik.
Ia berharap Polri terus membangun dan mewujudkan civilian police management. Dengan harapan akan terwujud kepolisian yang lebih humanis, menjunjung tinggi demokrasi, dan hak asasi manusia (HAM).
"Upaya untuk terus melakukan demiliterisasi dan depolitisasi dalam tubuh Polri diharapkan akan mampu mewujudkan pemolisian demokratis," ujar Didik.
Diketahui, Polri siap melakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota kepolisian yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebih terhadap masyarakat. Pernyataan itu tertuang dalam surat telegram atas nama Kapolri dengan Nomor: ST/2162/X/HUK.2.8./2021 yang ditandatangani oleh Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo, Senin (18/10).
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono membenarkan telah diterbitkannya telegram Polri tersebut. Tujuannya, untuk mitigasi dan pencegahan kasus kekerasan berlebih yang dilakukan anggota Polri agar tidak terulang kembali, dan adanya kepastian hukum serta rasa keadilan.
"Benar ada TR (Telegram)," kata Argo di Jakarta, Senin (19/10). Sedikitnya ada tiga kasus menonjol yang menjadi catatan Polri hingga menerbitkan surat telegram tersebut, yakni kasus Polsek Pecut Sei Tuan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara (Sumut) yang diduga tidak profesional dan proporsional dalam penanganan kasus penganiayaan.