REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG – Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah (KPED) Jawa Barat (Jabar) terpacu untuk berkontribusi dalam menjaga ketahanan pangan di daerahnya. Melalui Divisi Pertanian dan Ketahanan Pangan, KPED Jabar menggelar seminar bertajuk "Strategi Rantai Pasok Pangan di Jawa Barat" secara hybrid, Selasa (14/12).
Kegiatan seminar menghadirkan Tomy Perdana dan Nur Budi Mulyono sebagai narasumber. Mereka memaparkan pendekatan model rantai pasok pangan dalam perspektif yang berbeda. Narasumber Tomy memberi materi tentang rantai pasok pangan di masa Pandemi Covid-19, dan Nur Budi soal model pengembangan peternakan ayam di Jabar.
Nur Budi menuturkan, ada tiga prinsip dalam mendirikan Supply Chain Center (SCC) untuk perunggasan. Prinsip pertama adalah berbasis ekosistem. "Kita akan berusaha mendesain ini dengan melibatkan banyak pihak rantai pasok unggas. Prinsipnya leave no one behind,’’ ujarnya dalam siaran pers yang diterima Republika, Rabu (15/12).
Prinsip kedua, yakni start small. Menurut dia, prinsip tersebut menekankan agar implementasi SCC dilakukan bertahap, dengan mengedepankan kelayakan pengembangan mulai dari hulu sampai hilir. Dengan SCC, sambung dia, dipastikan akan menambah channel agar aksesibilitas pasar lebih luas.
Prinsip ketiga, yakni insentif berbasis value. Hal itu bertujuan agar setiap stakeholder bergerak dan berkontribusi dalam sistem yang diimplementasikan. Dengan demikian, insentif yang dikembangkan didasarkan pada nilai sosial dan nilai pasar.
Sementara itu, Ketua Harian KPED Jabar Ipong Witono mengatakan, sebagai transformasi ekonomi di tengah pandemic, SCC akan dinilai sukses jika memenuhi tiga hal. Pertama, transformasi ekonomi harus memiliki daya ungkit. Kedua, bersifat lintas sektor, dan ketiga bahwa gagasan transformasi ekonomi harus bisa diduplikasi.
"Setelah peternakan, kita bisa bawa ke perikanan dan marketable. Mampu menarik rekan-rekan sektor keuangan dan memiliki daya dorong, dan yang terakhir adalah keberlanjutan,’’ tutur Ipong.
Selain itu, dia menekankan bahwa pandemi Covid-19 membawa satu hikmah, untuk kembali menata ulang perekonomian, sekaligus mengoreksi kekeliruan-kekeliruan pada masa lampau. Saat ini, papar dia, merupakan momentum untuk menata kembali kekeliruan-kekeliruan di masa lalu. Rumusan penataan itu mencakup perubahan tata niaga, bisnis yang efisien dan berkeadilan, dan juga memberikan perhatian kepada ekonomi pedesaan.
Ipong menjelaskan, ekonomi perdesaan harus menjadi atensi semua pihak. "Bicara pertanian, peternakan, pariwisata, itu adanya di desa," tambahnya.
Semua uang di desa ditarik oleh bank-bank besar, untuk membangun infrastruktur, tetapi harus kembali ke desa.Oleh karena itu, kata Ipong, basis ekonomi ketahanan pangan harus berada di desa. Ia berharap semua pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah, dapat merumuskan perdagangan antarwilayah. "Majalengka butuh apa, Garut butuh apa, Tasik punya apa, dan lain sebagainya,’’ tandasnya.
"Dan saya berharap apa yang kita bahas ini bisa menjadi satu model yang akan diduplikasi," katanya.