Jumat 18 Feb 2022 01:35 WIB

Pandemi Covid-19 Buat Pengrajin Sandal di Bogor Gelisah

Kala pandemi, produksi pengrajin sandal turun dari 500 kodi menjadi 100 kodi per peka

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus Yulianto
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Muhammad Mardiono, mengunjungi bengkel-bengkel pembuatan sandal di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.
Foto: Shabrina Zakaria/Republika
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Muhammad Mardiono, mengunjungi bengkel-bengkel pembuatan sandal di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor.

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap hari, ratusan warga Kecamatan Bogor Selatan menggantungkan hidupnya dengan memproduksi sandal karet. Menempel karet satu ke karet lain, menjahit, mengisi dakron ke sandal anak-anak, memotong, membungkus, dan lain-lain. Ratusan pengrajin sandal home industry itu tersebar di Kelurahan Mulyaharja, Ranggamekar, Pamoyanan, dan Cikaret.

Sejak puluhan tahun lalu, menjadi produsen sandal sudah menjadi mata pencaharian utama di daerah ini. Tak heran, deretan rumah di gang-gang kecil ini dimanfaatkan menjadi pabrik sandal atau home industry. Warga sekitar dari usia muda dan tua bersama-sama memproduksi sandal hingga mencapai 500 kodi per pekan.

Pada Maret 2020, kondisi tersebut berbeda ketika pandemi Covid-19 melanda. Perlahan-lahan, pesanan sandal yang biasa dikirim ke pasar-pasar di Medan, Lampung, Banjarmasin, hingga ke Pasar Anyar, Kota Bogor kian berkurang. Dalam sepekan, 156 produsen sandal di Kecamatan Bogor Selatan hanya memproduksi 100 kodi sandal per pekan.

Wakil Ketua Paguyuban Home Industry Sandal Bersatu, Dudi Iskandar, menyampaikan kendala yang dihadapi bengkel-bengkel produsen sandal itu ada dua. Pertama, pada peralatan dan bahan baku. Kedua, pada kemajuan pemasaran.

Bahan baku sandal mulai dari karet, spons, jepitan, hingga lem berasal dari Tangerang. Sebab, di Bogor belum ada yang mampu mengolah bahan baku tersebut untuk kemudian diproduksi menjadi sandal. Belum lagi ketika menjelang Idul Fitri, rata-rata harga bahan baku cenderung meningkat jauh.

Terkait pemasaran, ketika pasar-pasar di luar kota mulai mengurangi pemesanannya, para pengrajin sandal mulai memasarkan sandal produksinga melalui e-commerce. Namun, pemesanan sandal melalui e-commerce hanya diterima satu-dua pasang, bukan berkodi-kodi seperti sebelum pandemi Covid-19.

“Permasalahan yang paling mendasar sebetulnya kita tidak ada support (dukungan)-nya,” kata Dudi kepada Republika.

Senada dengan Dudi, Ketua Paguyuban Home Industry Sandal Bersatu, Esih Setiawati, merasakan repotnya menjajakan sandal secara daring. Meski demikian, dia tetap bersyukur sandal-sandal buatan tangan warga Bogor Selatan ini tetap dilirik masyarakat.

“Tapi, kami berharap mbisa kembali lagi bekerja normal. Karena sebagian karyawan dari kami sudah ada yang tidak bekerja. Karena kita kan dapat orderan, orderannya itu sudah berkurang,” kata dia.

 

 

photo
Sandal produksi pengrajin Bogor. - (Shabrina Zakaria/Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement