Rabu 30 Mar 2022 17:36 WIB

Pengamen Topeng Monyet di Tasikmalaya Ditangkap

Memelihara monyet ekor panjang juga memberikan dampak penyakit zoonosis. 

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
 Dua ekor moyet ekor panjang diamankan di Kantor Seski Konservasi Wilayah VI Tasikmalaka, BBKSDA Jabar, Rabu (30/3/2022). Monyet itu didapatkan dari hasil razia pengamen topeng monyet di Kota Tasikmalaya.
Foto: Republika/Bayu Adji
Dua ekor moyet ekor panjang diamankan di Kantor Seski Konservasi Wilayah VI Tasikmalaka, BBKSDA Jabar, Rabu (30/3/2022). Monyet itu didapatkan dari hasil razia pengamen topeng monyet di Kota Tasikmalaya.

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Sebanyak dua ekor monyet ekor panjang (macaca fascicularis)  diamankan di Kantor Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat, Rabu (30/3/2022). Dua ekor monyet didapatkan dari hasil razia pengamen topeng monyet di wilayah Kota Tasikmalaya.

Koordinator Indonesia Bebas Topeng Monyet, Suwarno, mengatakan, razia pengamen topeng monyet dilakukan di Kota Tasikmalaya didasari adanya laporan dari masyarakat. Razian itu dilakukan bersama petugas BKSDA, aparat kepolisian, dan instansi terkait lainnya. "Ada dua pengamen yang kami amankan," kata dia kepada Republika, Rabu.

Dia menjelaskan, aktvitas topeng monyet pada dasarnya merupakan bentuk eksploitasi atau penyiksaan terhadap satwa liar. Pasalnya, kodrat monyet ekor panjang bukanlah untuk menghibur manusia.

Suwarno menilai, satwa itu bisa melakukan atraksi karena diajari oleh manusia. Untuk mengajari monyet supaya bisa beratraksi itu dilakukan penyiksaan.

"Salah satunya suruh puasa, digantung kakinya tidak menyentuh tanah, lalu dipukul, sehingga monyet itu takut dan mau melakukan atraksi," ujar lelaki yang tergabung dalam organisasi Jaringan Satwa Indonesia (JSI) itu.

 

photo
Dua ekor moyet ekor panjang diamankan di Kantor Seski Konservasi Wilayah VI Tasikmalaka, BBKSDA Jabar, Rabu (30/3/2022). Monyet itu didapatkan dari hasil razia pengamen topeng monyet di Kota Tasikmalaya. - (Republika/Bayu Adji )

 

Selain itu, memelihara monyet ekor panjang juga memberikan dampak penyakit zoonosis seperti TB, hepatitis, dan rabies. Berdasarkan data yang dimiliki JSI, sekitar 20 persen monyet ekor panjang yang selama ini dirazia memiliki penyakit TB.

Suwarno menambahkan, secara hukum, aktivitas ngamen topeng monyet juga dilarang. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal (Dirjen) Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.292/KSDAE/KKH/KSA.2/5/2018. Selain itu, ia menyebut, topeng monyet juga melanggar Pasal 302 KUHP karena termasuk dalam penyiksaan hewan.

Satwa monyet ekor panjang hasil razia itu nantinya akan diperiksa kondisi fisik dan kesehatannya. Setelah itu, satwa tersebut akan direhabilitasi, untuk kemudian dilepasliarkan kembali ke habitatnya. Sementara para pengamen yang tertangkap akan dibina oleh instansi terkait.

Pelaksana Harian Kepala Seksi Konservasi Wilayah VI Tasikmalaya, Tatan Rustandi, mengatakan, satwa yang diamankan akan diserahkan kepada JSI untuk direhabilitasi. Sementara para pengamen yang ditangkap akan dibina oleh Dinas Sosial Kota Tasikmalaya.

Pihaknya akan terus melakukan pemantauan di lapangan terkait aktivitas topeng monyet. "Ketika ada lagi indikasi, kami akan tangkap lagi. Agar tidak ada lagi topeng monyet," kata dia.

Dia mengakui, aktivitas topeng monyet memang masih banyak ditemukan di wilayah Tasikmalaya. Padahal, memelihara satwa liar itu berpotensi menularkan penyakit.

"Ini memang karena masyarakat belum banyak yang paham. Kami akan terus sosialisasi lebih banyak ke masyarakat," kata dia.

Sementara itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Kota Tasikmalaya, Imas Maswati, mengatakan, pihaknya akan memfasilitasi para pengamen itu untuk mengikuti pelatihan kerja. Namun, setelah diasesmen, para pengamen itu tak mau mengikuti pelatihan.

"Maunya dagang. Ini akan bicarakan dengan pimpinan untuk penanganannya," kata dia.

Adalah Ujang Dedi (54 tahun), salah satu pengamen yang tertangkap dalam razia itu. DIa mengaku, tak mau mengikuti pelatihan kerja, lantaran selama pelatihan tak akan bisa memberikan nafkah kepada anak dan istrinya.

"Maunya mah monyet saya itu diganti. Setengah harga juga gak apa, buat modal dagang," kata dia.

Lelaki itu mengaku, membeli monyet seharga Rp 2 juta dari Cirebon. Dengan monyetnya itu, dia biasa berkeliling kampung atau menggelar atraksi di persimpangan jalan.

Sudah bertahun-tahun dia menjadi pengamen topeng monyet. Dalam satu hari, apabila cuaca cerah, lelaki yang tinggal di Kecamatan Cihideung, Kota Tasikmalaya, itu setidaknya dapat membawa pulang uang sebesar Rp 50 ribu.

"Saya tahu ini salah, tapi cuma ini kebisaan saya. Mau jadi tukang bangunan, usia sudah tua. Maunya mah dikasih modal lah buat saya dagang," kata dia

Salah seorang pengamen lainnya, Agus (28), mengaku akan mengikuti pembinaan yang disediakan oleh pemerintah. Namun, apabila memang bisa diberi modal untuk usaha, ia lebih memilih untuk membuka usaha.

"Sudah tiga tahun saya jadi pengamen topeng monyet. Saya tahu ini salah, tapi ya mau gimana lagi. Bisanya itu," kata dia.

Seperti Ujang, Agus membeli, seekor monyet ekor panjang itu dari Cirebon seharga Rp 2,5 juta. Ketika dibeli, monyet itu sudah bisa disuruh atraksi. "Tidak tahu saya melatihnya. Pas beli sudah bisa atraksi," kata dia.

Edukasi masyarakat

Suwarno menegaskan, atraksi topeng monyet bukanlah bagian dari hiburan, melainkan penyiksaan satwa liar. Karena itu, praktik topeng monyet seharusnya dihentikan.

"Kami akan terus edukasi kepada publik untuk tidak melanggengkan praktik itu," kata dia.

Menurut dia, selama masyarakat masih senang dan memberi uang ketika ada atraksi topeng monyet, praktik itu akan tetap ada. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat tak lagi menonton, apalagi memberi uang kepada pengamen topeng monyet.

"Karena topeng monyet itu bukan hiburan, tapi penyiksaan," kata Suwarno.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement