Kamis 23 Jun 2022 07:46 WIB

Cuti Melahirkan 6 Bulan Dorong Pertumbuhan Anak

Kehadiran RUU KIA penting dalam pembentukan Sumber Daya Manusia di masa mendatang.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Dokter memberikan bunga dan kue kepada pasien yang baru melahirkan.
Foto: Prayogi/Republika.
Dokter memberikan bunga dan kue kepada pasien yang baru melahirkan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendukung gagasan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). Salah satu poin dalam RUU KIA yaitu cuti melahirkan sepanjang enam bulan bagi seorang ibu. 

Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA Agustina Erni menyatakan, kehadiran RUU KIA ini penting dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) di masa mendatang.

"Hal menarik di dalam RUU KIA ini adalah terkait pemberian cuti melahirkan selama 6 bulan. Saya pikir, pemberian cuti tersebut sangat mendukung untuk kesejahteraan ibu pasca melahirkan dan tentu saja bagi anak," kata Erni dalam keterangan pers yang diterima Republika pada Rabu (22/6). 

Erni mengatakan, kehadiran RUU KIA ini dapat memperkuat komitmen bersama lintas sektor dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Khususnya untuk memberikan hal terbaik pada kesejahteraan ibu dan pemenuhan hak anak.

"RUU KIA ini menitikberatkan pada tumbuh kembang anak di masa golden age yang merupakan periode krusial dalam pembentukan generasi mendatang," ujar Erni.

KemenPPPA juga berupaya mengikis kesenjangan gender di Indonesia dengan meningkatkan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan. Sebab, hingga saat ini, masih terdapat kesenjangan dalam pemberian upah, dimana perempuan lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki. 

"Diharapkan dengan adanya RUU KIA ini, dimana perempuan diberikan kesempatan untuk mengasuh anak dan juga bekerja dapat terus meningkatkan TPAK perempuan di Indonesia dan perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki,” ujar Erni. 

Selain itu, KemenPPPA tengah menyusun standardisasi tempat penitipan anak atau daycare. Hal ini memiliki urgensi cukup tinggi sehingga baik pemerintah, pemerintah daerah, hingga sektor swasta dapat menjadikan standar tersebut sebagai acuan. 

"Jika suatu hari nanti kami berhasil menyusun kebijakan terkait daycare, baik berbasis komunitas atau kebijakan pemerintah, ini akan sangat membantu bagi ibu-ibu yang bekerja pada sektor formal dan informal," tutur Erni. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement