Rabu 13 Jul 2022 16:38 WIB

Jaksa KPK Jelaskan Temuan BPK yang Buat Ade Yasin Menyuap Pegawai BPK

Auditor BPK menilai LKPD 2021 Pemkab Bogor sangat buruk dan berpotensi disclaimer.

Terdakwa Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin (kedua kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan secara virtual di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (13/7/2022). Ade Yasin didakwa oleh Jaksa KPK memberi suap sebesar Rp1,9 miliar kepada empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar Pemkab Bogor kembali meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Terdakwa Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin (kedua kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan secara virtual di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (13/7/2022). Ade Yasin didakwa oleh Jaksa KPK memberi suap sebesar Rp1,9 miliar kepada empat pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar Pemkab Bogor kembali meraih predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam dakwaannya menjelaskan, jika ada sejumlah potensi temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebabkan terdakwa Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin menyuap auditor dari BPK.

Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan, bahwa potensi temuan itu saat auditor BPK memeriksa secara langsung Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2021 Pemerintah Kabupaten Bogor pada beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Baca Juga

"Antara lain, adanya kekurangan volume pekerjaan atas belanja modal (pengadaan jalan atau gedung) yaitu 24 kontrak sampling pengadaan jalan terdapat 14 berpotensi menjadi temuan," kata Budiman di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (13/7/2022).

Menurut jaksa, ada juga temuan pada pekerjaan jasa konsultasi, yaitu dari 11 kontrak sampling terdapat sembilan yang berpotensi menjadi temuan. Selain itu, jaksa menjelaskan, temuan BPK lainnya itu yakni adanya kelemahan atas pengelolaan penganggaran dan belanja. Karena terdapat temuan BPK berupa SP2D ganda yang disebabkan aplikasi Sistem Informasi Pengelolaan Daerah (SIPD) dari Kementerian Dalam Negeri.

"Itu belum bisa memfasilitasi dari penganggaran sampai dengan pelaporan dan pembuatan SPM sampai dengan SP2D, entitas masih menggunakan proses manual," kata jaksa.

Dari adanya sejumlah potensi temuan itu, jaksa menjelaskan, bahwa auditor BPK Gerri Ginanjar menilai LKPD Tahun Anggaran 2021 Pemkab Bogor itu sangat buruk dan berpotensi disclaimer atau tidak mendapat predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.

Selanjutnya, pejabat dari BPKAD Kabupaten Bogor Ihsan Ayatullah melaporkan hal tersebut kepada Ade Yasin. Masih menurut jaksa, Ade Yasin mengarahkan kepada Ihsan agar Pemkab Bogor harus tetap mendapatkan opini WTP seperti tahun sebelumnya.

"Opini WTP merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh Pemkab Bogor untuk mendapatkan dana insentif daerah (DID) yang berasal dari APBN," kata jaksa.

Jaksa mendakwa Ade Yasin bersama dengan Ihsan dan dua pejabat lainnya telah bersama-sama menyuap pegawai atau auditor BPK sebesar Rp 1,9 miliar untuk bisa meraih opini WTP tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement