Ahad 09 Oct 2022 20:42 WIB

PMI Hilang Kontak Sembilan Tahun di Singapura, Warpen: Dimana Kamu Nak?

Ada indikasi manipulasi data terkait umur Siti Fadilah.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Muhammad Fakhruddin
Warpen (60), warga Blok Balai Desa, Desa Cempeh, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, menunjukkan foto anaknya, Siti Faridah, Ahad (9/10/2022). Siti Faridah hilang kontak selama sembilan tahun di Singapura.
Foto: Republika/Lilis Sri Handayani
Warpen (60), warga Blok Balai Desa, Desa Cempeh, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, menunjukkan foto anaknya, Siti Faridah, Ahad (9/10/2022). Siti Faridah hilang kontak selama sembilan tahun di Singapura.

REPUBLIKA.CO.ID,INDRAMAYU -- Tangis Warpen (60) pecah saat menceritakan tentang anaknya, Siti Faridah (26). Tubuhnya yang kurus dan renta sampai berguncang-guncang disela isakan tangisnya.

''Dimana kamu nak? Ibu rindu,'' tutur Warpen, di sela tangisnya yang tak kunjung berhenti, Ahad (9/10) sore.

Baca Juga

Sambil duduk bersimpuh di lantai rumahnya yang sederhana di RT 6 RW 2 Blok Balai Desa, Desa Cempeh, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Warpen menceritakan tentang anaknya, Siti Faridah. Sudah sembilan tahun lamanya, anaknya itu hilang kontak setelah berangkat bekerja ke Singapura.

Kejadian itu berawal saat Siti Faridah ditawari bekerja menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) oleh salah seorang sponsor pada 2013 silam. Saat itu, umurnya sebenarnya masih 16 tahun, belum boleh berangkat bekerja ke luar negeri.

Warpen pun tidak mengijinkan anaknya itu berangkat. Namun, anak keempat dari enam bersaudara itu memaksa pergi karena ingin meringankan beban ekonomi keluarganya. Ayahnya, Warso (60), hanya bekerja sebagai tukang becak.

‘’Siti Faridah merasa kasihan karena saya punya banyak utang. Bapaknya hanya tukang becak,’’ kata Warpen.

Warpen mengaku tidak paham prosedur keberangkatan menjadi PMI ke luar negeri. Apalagi, dirinya buta aksara, tak bisa menulis dan membaca. Oknum sponsorlah yang mengurus seluruh keperluan pemberangkatan Siti Faridah ke luar negeri.

‘’Saya sudah melarang agar anak jangan pergi ke luar negeri,’’ tukas Warpen.

Namun pada Mei 2013, Warpen menderita sakit cukup parah sehingga dirawat di rumah sakit. Baik suami maupun anak-anaknya yang lain, menungguinya di rumah sakit. Ternyata, hal itu dijadikan kesempatan oleh oknum sponsor untuk memberangkatkan Siti Faridah ke Singapura.

‘’Anak saya dibawa terbang tanpa sepengetahuan saya maupun keluarga yang lain. Tanpa pamit,’’ tukas Warpen dengan nada gusar.

Selang lima bulan kemudian, Siti Faridah menelpon keluarganya dari Singapura. Saat itu, Siti Faridah hanya menanyakan kesehatan ibunya dan meminta nomor rekening karena akan mengirim uang.

Namun, komunikasi itu menjadi yang pertama dan terakhir yang dilakukan Siti Faridah pada keluarganya. Sejak saat itu hingga kini, komunikasi terputus. Janji untuk mengirimkan uang juga tak pernah terealiasi.

Warpen sudah berusaha keras mencari anaknya dengan menanyakan kepada oknum sponsor yang memberangkatkan Siti Faridah. Namun, sponsor tersebut lepas tangan. Bahkan, perusahaan yang memberangkatkan Siti Faridah juga disebut sudah bubar.

Dengan ditemani kerabatnya, Warpen kemudian mendatangi Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Indramayu. Ternyata, anaknya tidak terdata sebagai PMI.

‘’Siang malam saya menangis memikirkan anak saya. Ada di mana dia sekarang?,’’ ujar Warpen sambil memeluk foto anaknya.

Warpen kemudian meminta bantuan pada pada Gabungan Aliansi Rakyat Daerah (Garda) Buruh Migran Indonesia (BMI) Kabupaten Indramayu. Saat menelusuri dokumen milik Siti Faridah, Garda BMI menemukan bahwa Siti Faridah ternyata ‘dituakan’ saat berangkat ke Singapura.

Dari dokumen kartu keluarga maupun ijazah SMP-nya, Siti Faridah diketahui lahir pada 5 Juli 1996. Namun dalam dokumen keberangkatan Siti Faridah ke luar negeri, tertulis tanggal lahirnya 5 Juli 1989.

Itu berarti, saat berangkat ke Singapura sebagai PMI, umur Siti Faridah baru 16 tahun. Namun, umurnya dibuat seolah-olah sudah 24 tahun.

Pihak keluarga juga tidak mengerti bahwa Siti Faridah ‘dituakan’ umurnya saat pertama berangkat ke Singapura.

Warpen pun meminta tolong kepada pemerintah agar membantunya menemukan anaknya. Dia berharap anaknya bisa segera kembali pulang ke kampung halaman.

Sementara itu, Sekretaris Garda BMI Kabupaten Indramayu, At Cahyoto, menyatakan, pihaknya akan melakukan penelurusan terhadap agen sponsor maupun perusahaan yang memberangkatkan Siti Faridah. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan pendampingan advokasi dan meminta bantuan kepada pemerintah.

‘’Ada indikasi manipulasi data terkait umur Siti Fadilah,’’ tandas At Cahyoto. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement