Jumat 14 Oct 2022 15:38 WIB

Unisba Latih Bidan Desa dan Kader Posyandu Deteksi Dini Stunting

Anak stunting akan lebih rentan terhadap berbagai penyakit.

Rep: Arie Lukihardianti / Red: Agus Yulianto
FK Unisba bekerja sama dengan PKK Kabupaten Bandung Barat memberikan pelatihan cara mendeteksi stuntung ke bidan desa dan kader Posyandu.
Foto: Istimewa
FK Unisba bekerja sama dengan PKK Kabupaten Bandung Barat memberikan pelatihan cara mendeteksi stuntung ke bidan desa dan kader Posyandu.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Satu dari tiga anak Indonesia diduga mengalami stunting. Stunting sendiri, adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis. Sehingga, tubuhnya lebih pendek dibandingkan anak seusianya. 

Menurut Dokter Spesialis Anak, Dr Lisa A Garina, dr SpA MSi, anak stunting akan lebih rentan terhadap penyakit dan ketika dewasa berisiko rentan terhadap penyakit degeneratif. 

"Bahkan, dampak stunting tidak berhenti pada aspek kesehatan, tetapi juga aspek kecerdasan anak," ujar Lisa dalam siaran pers Universitas Islam Bandung (Unisba), Jumat (14/10).

Lisa mengatakan, untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami masalah gizi yang kronis atau tidak, harus mengukur tinggi badannya sebagai parameter utama. 

"Mengapa tinggi badan dan bukan berat badan semata? Perubahan tinggi badan terjadi dalam waktu lama, permasalahan gizi dalam waktu lama akan membuat seorang anak lebih pendek dari anak seusianya," katanya.

Lisa menilai, untuk menghindari bencana kependudukan akibat kekurangan gizi, maka upaya pencegahan perlu dilakukan sedini mungkin. Oleh karena itu, Fakultas Kedokteran Unisba bekerja sama dengan PKK Kabupaten Bandung Barat melakukan salah satu upaya.

Lisa berharap, dengan kerja sama tersebut dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan para bidan desa dan kader posyandu. Agar, mereka bisa mencegah terjadinya stunting pada Balita melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM). 

"Kegiatan yang dilakukan PKM FK Unisba di Kab Bandung Barat kali ini berupa pelatihan bidan desa dan kader posyandu dalam pengukuran antropometri sederhana dan plotting kurva pertumbuhan WHO," paparnya.

Selain itu, kata dia, dilakukan juga bimbingan teknis pengukuran dan alur pengelolaan stunting bagi bidan desa dan kader posyandu. 

Setelah kegitan ini, kata dia, diharapkan bidan desa dan kader posyandu mengetahui cara pengukuran status gizi yang tepat di posyandu dan di puskesmas. Serta mengidentifikasi balita yang berpotensi stunting. 

Menurutnya, Bidan desa dan kader posyandu sebagai lini pertama deteksi dini harus diberi penyegaran terkait konseling gizi yang dapat diberikan pada keluarga dengan balita beresiko stunting. Jadi, sistem rujukan terpadu diperkenalkan agar bidan desa dan kader posyandu dapat merujuk balita beresiko stunting dengan lebih cepat untuk ditangani dan ditatalaksana. 

"Kami menggelar kegiatan ini dua hari berturut-turut dengan jumlah peserta hampir 300 orang dari 16 kecamatan di KBB," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement