REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Milenial di Bandung pun, peduli dengan bencana Cianjur. Hal itu terlihat, saat belasan milenial diterjukan ke lokasi bencana Cianjur untuk melakukan assesment bencana.
Menurut Manager Program Rumah Amal Salman, Muhammad Akbar Fajar Siddiq, kegiatan ini merupakan pertama kalinya bagi Rumah Amal Salman menerjunkan relawan muda di tahap assesment. Padahal, pada tahap ini situasi di bencana masih crowded. Biasanya relawan baru diturunkan ketika lokasi bencana sudah masa recovery, sebab suasananya sudah tenang.
“Meski generasi milenial terlanjur mendapatkan stigma negatif, kami percaya anak-anak milenial yang kami pilih untuk terjun ke lokasi bencana memiliki tanggung jawab yang luar biasa. Ada spirit bagi mereka membantu sesama, membuat kita bisa mengandalkan mereka,” ujar Fajar, Kamis (8/12).
Fajar mengatakan, sejauh ini sudah ada tiga kloter relawan yang diterjunkan ke lokasi. Mereka merupakan mahasiswa dari berbagai kampus, seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), UIN Sunan Gunung Djati, Institut Kesehatan Rajawali, Poltekesos, Politeknik Manufaktur Bandung (Polman), Institut Agama Islam Cipasung (IAI).
"Karena belum begitu pulih, warga terdampak masih sangat perlu dibantu," katanya.
Relawan kloter ketiga ini, kata dia, akan membantu pemulihan psikososial anak, meninjau kesehatan warga. Termasuk menyiapkan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan MCK.
"Proses assement ini dilakukan oleh para relawan yang memiliki latar belakang keilmuan sesuai program yang akan dilaksanakan,” katanya.
Uniknya, kata dia, seperti tidak kenal lelah para relawan ini tetap bisa melaksanakan tugasnya sebagai mahasiswa. Siang hari mereka bergerilya menyambangi tenda-tenda untuk menanyakan kebutuhan warga, pada malam hari mereka mengerjakan tugas akademiknya di tenda.
Sementara menurut penanggung jawab relawan, Syahrial, hingga saat ini, para relawan tersebut bahkan masih membantu tim ahli melakukan survei untuk menemukan titik –titik lokasi untuk kembali dilakukan pembangunan tenda.
“Meski para relawan kami tergolong generasi milenial, tetapi mereka cukup dewasa dan tentunya profesional,” kata Syahrial.
Meskipun, kata dia, ada saja beberapa cerita mengenai kerinduan mereka kepada keluarga atau kekhawatiran keluarga pada mereka. Namun dengan teguh mereka meyakinkan bahwa menjadi relawan bisa sangat bermanfaat, terutama bagi warga yang membutuhkan.
Menurutnya, dalam kebencanaan ini Rumah Amal Salman bekerja sama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB, dibantu oleh akademisi dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB telah menyalurkan bantuan baik berupa program jangka dekat, menengah, dan juga panjang.
"Sejak terjun ke lokasi setidaknya sudah ada 7 unit Shelter Komunal milik LPPM ITB yang dibangun di 4 titik desa, di antaranya Desa Benjot, Rancagoong, Cibulakan, dan Sukamanah," katanya.
Sementara bantuan lainnya, kata dia, ada pembangunan 21 unit Shelter Keluarga, pembangunan Sanitasi di Desa Garogol, penyaluran 1 ton beras, layanan psikososial, termasuk layanan dasar seperti makanan, pakaian, dan obat-obatan. Program bantuan tersebut telah bermanfaat bagi sebanyaknya 3.436 jiwa warga penyintas gempa Cianjur.
Bantuan untuk penyintas Cianjur, kata dia, masih terus digulirkan. Oleh karenanya, Rumah Amal Salman bersama LPPM ITB masih terus melanjutkan rencana pembangunan Hunian Sementara (Huntara) dan Hunian Tetap (Huntap) karena sebagian besar warga memang tidak lagi memiliki tempat tinggal.