Kamis 26 Jan 2023 12:50 WIB

KBB dan Bogor  KLB Campak 

Kedua daerah tersebut dinyatakan KLB karena jumlah kasusnya mencapai puluhan.

Rep: Arie Lukihardianti / Red: Agus Yulianto
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Nina Susana Dewi memberikan keterangan kepada media.
Foto: Republika/Dea Alvi Soraya
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Nina Susana Dewi memberikan keterangan kepada media.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dua daerah di Jawa Barat dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) Campak. Dua daerah tersebut adalah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Bandung Barat (KBB).

Menurut Plt Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Nina Susana, kedua daerah tersebut dinyatakan KLB karena jumlah kasusnya mencapai puluhan. Yakni, berdasarkan data sementara dari Dinas Kesehatan Jabar, di KBB telah terjadi KLB Campak di Desa Mekarjaya Kec Cikalong wetan dan Desa Sadangmekar Kec Cisarua sebanyak 27 kasus. Kasus tersebut tanpa ada kematian pada periode KLB pekan ke-37. Hingga saat ini masih terus berlangsung pengawasan oleh petugas.

Baca Juga

Sedangkan di Kabupaten Bogor, KLB  Campak terkonfirmasi di Desa Batok, Kecamatan Tenjo dengan jumlah 18 kasus tanpa ada kematian. Periode KLB terjadi pada pekan ke-30 hingga saat ini masih berlangsung pengawasan sampai dengan pekan ke-34 tahun 2022.

Nina mengatakan, pihaknya sudah melakukan upaya untuk menanggulangi masalah ini. Yaitu melakukan penanggulangan KLB berdasarkan hasil analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB.

 

"Upaya ini dilakukan untuk meminimalisasi jumlah penderita campak. Yakni dengan cara melakukan tata laksana kasus," ujar Nina, Kamis (26/1). 

Selain itu, kata Nina, melakukan komunikasi risiko kepada masyarakat dan pengambil kebijakan," ujar Nina, 

Nina menilai, outbreak response imunization (ORI) harus dilakukan untuk menghentikan transmisi campak dengan cara meningkatkan kekebalan terhadap campak sehingga KLB dapat ditanggulangi.

"Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, dua daerah yang menyatakan telah masuk kriteria peningkatan kasus/KLB yaitu Kabupaten Bogor dan KBB," katanya.

Menurutnya, wabah bisa muncul di daerah tersebut kemungkinan disebabkan karena cakupan imunisasi yang masih rendah dan herd immunity yang belum terbentuk. Namun, petugas surveilans cukup aktif untuk menemukan dan melaporkan kasus.

Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dr Ryan Bayusantika, pencegahan campak dapat dilakukan dengan imunisasi dan melengkapi status imunisasi campak seluruh anak usia 9-59 bulan. Selain itu, tetap menerapkan kewaspadaan diri dengan menemukan suspek campak (orang dengan gejala demam dan ruam makopopular).

Selain itu, kata dia, dapat dilakukan juga dengan pemeriksaan ke laboratorium untuk memastikan apakah campak atau bukan sehingga bisa ditangani lebih dini.

"Namun pencegahan campak yang paling utama adalah dengan meningkatkan cakupan imunisasi Campak Rubela," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement