Kamis 09 Feb 2023 16:20 WIB

Tuntaskan Dugaan Kekerasan Seksual di Unsil Tasikmalaya 

Selama ini banyak korban yang tidak berani melapor akibat ketidakberdayaan mereka.

Rep: Bayu Adji P / Red: Agus Yulianto
Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Unsil Tasikmalaya, Gumilar Mulya (tengah), memberikan keterangan terkait kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen, di Unsil Tasikmalaya, Rabu (8/2/2023).
Foto: Republika/Bayu Adji P.
Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Unsil Tasikmalaya, Gumilar Mulya (tengah), memberikan keterangan terkait kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dosen, di Unsil Tasikmalaya, Rabu (8/2/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Kasus kekerasan seksual kembali terjadi di lingkungan pendidikan tinggi. Kali ini, kasus kekerasan seksual diduga dilakukan oleh salah seorang dosen senior di Universitas Siliwangi (Unsil) Tasikmalaya.

Aktivis perempuan di Kota Tasikmalaya, Ipa Zumrotul Falihah, mengatakan, terungkapnya dugaan kekerasan di lingkungan Unsil merupakan fenomena gunung es. Pasalnya, selama ini banyak korban yang tidak berani melapor akibat ketidakberdayaan mereka.

Baca Juga

"Ini karena adanya relasi kuasa atau kekhawatiran nilai. Apalagi kasus ini diduga dilakukan oleh dosen. Ada ketakutan yang membuat perempuan tidak berani speak up," kata dia kepada wartawan, Kamis (9/2/2023).

Beruntung, Unsil telah menbentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), sehingga para korban memiliki wadah yang dekat untuk melapor. Sebab, berdasarkan informasi yang dimilikinya, dosen tersebut diduga telah sejak lama kerap melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswa. Namun, sebelumnya belum ada Satgas PPKS, sehingga korban tak berani melapor dan pihak kampus tak bertindak. 

Ketika kasus itu terbongkar, korban lain yang pernah mengalami kekerasan seksual menjadi banyak yang melapor. Karena itu, pihak kampus diharapkan dapat menuntaskan kasus itu.

"Mudah-mudahan dengan kejadian ini, semua lebih aware. Kita bukan hanya menjaga nama baik, tapi harus memberi sanksi kepada pelaku dan mencegah kekerasan seksual terjadi," kata Ipa, yang juga merupakan Direktur Taman Jingga, yayasan yang memiliki konsentrasi terhadap perlindungan perempuan dan anak. 

Ipa menambahkan, pihaknya bersama sejumlah aktivis lainnya akan ikut mengawal kasus tersebut. Ia berharap kasus itu dapat diselesaikan secara hingga tuntas, sehingga bisa jadi pelajaran bagi lembaga pendidikan lain.

"Saya percaya terhadap Satgas PPKS Unsil bisa menginvestigasi agar kasus bisa diselesaikan. Mereka juga sudah memberikan trauma healing dan pendampingan terhadap korban, sehingga korban bisa tetap beraktivitas," ujar dia.

Selain itu, dia juga meminta perempuan untuk berani berbicara, melapor, dan melawan, ketika mengalami kekerasan seksual, terutama di lingkungan kampus. Pasalnya, saat ini sudah ada payung hukum untuk memberikan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual di lingkungan kampus. 

Di sisi lain, Ipa juga berharap kampus lainnya di Tasikmalaya bisa membentuk Satgas PPKS. Pasalnya, sepanjang pengetahuannya, baru kampus Unsil yang memiliki Satgas PPKS di wilayah Tasikmalaya. 

"Kami juga dorong agar satgas PPKS bisa dibuat di seluruh kampus di Tasikmalaya," ujar dia.

Sebelumnya, seorang dosen Fakultas Ekonomi Unsil berinisial EDH diduga melakukan kekerasan seksual kepada seorang mahasiswa Indonesia yang menjadi perwakilan sebuah kampus Jerman di Unsil. Selain mahasiswa perwakilan Jerman itu, diduga terdapat banyak korban kekerasan seksual lain oleh dosen yang telah mengajar lebih dari 30 tahun di Unsil itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement