Selasa 21 Feb 2023 14:56 WIB

KPK Serahkan ke TNI Soal Keterlibatan Oknum Militer Bantu Bupati Mamberamo Tengah Kabur

Penindakan terhadap prajurit tersebut merupakan kewenangan TNI.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Agus Yulianto
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan keterangan pers.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak banyak berkomentar soal keterlibatan oknum TNI yang diduga membantu Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak kabur ke Papua Nugini. Lembaga antirasuah ini menyebut, penindakan terhadap prajurit tersebut merupakan kewenangan TNI.

"Ada oknum yang terlibat tentu itu kapasitas TNI," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam kanal YouTube KPK RI, Selasa (21/2/2023).

Baca Juga

Di samping itu, Firli menegaskan, pihaknya pun telah berkoordinasi dengan TNI mengenai hal ini. "Kami sudah bicarakan dengan Panglima TNI, pernah juga kami sampaikan ke KSAD," ungkap Firli.

Sebelumnya, KPK pernah menyebutkan bahwa Ricky kabur ke Papua Nugini diduga dibantu oleh prajurit TNI. Namun, tak dirinci dari satuan mana personel militer itu.

KPK akhirnya menangkap Ricky pada Ahad (19/2/2023). Dia ditangkap saat kembali ke Jayapura, Papua setelah kabur selama kurang lebih tujuh bulan. Lembaga antikorupsi ini juga tengah menelusuri alasan Ricky kabur ke Papua Nugini.

Ricky telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Dia diduga menerima uang haram mencapai Rp 200 miliar.

Kasus ini bermula saat Ricky menjabat sebagai Bupati Mamberamo Tengah pada tahun 2013-2018 dan 2018-2023. Selama dua periode menduduki posisi itu dia diduga menggunakan kewenangannya untuk menentukan sendiri para kontraktor yang nantinya akan mengerjakan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Mamberamo Tengah, Papua.

Ricky juga menentukan syarat khusus agar para kontraktor dapat dimenangkan. Antara lain, yakni dengan adanya penyetoran sejumlah uang kepada dirinya.

Ada tiga pihak swasta yang diduga memberi suap kepada Ricky. Mereka adalah Direktur PT Bina Karya Raya, Simon Pampang (SP), Direktur Bumi Abadi Perkasa, Jusiendra Pribadi Pampang (JPP), dan Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding (MT).

Ricky kemudian memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar agar diberikan khusus kepada mereka bertiga. Jusiendra Pribadi Pampang diduga mendapatkan sebanyak 18 paket pekerjaan dengan total nilai Rp 217,7 miliar. Diiantaranya proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.

Lalu, Simon Pampang diduga mendapatkan enam paket pekerjaan dengan nilai Rp 179,4 miliar. Sementara itu, Marten Toding diduga mendapatkan tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar.

Ricky menerima uang suap dari ketiga pihak swasta itu melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaannya. Selain itu, dia diduga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak. Ia juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang berupa membelanjakan, menyembunyikan maupun menyamarkan asal usul dari harta kekayaan yang berasal dari korupsi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement