REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, Jawa Barat, berupaya mendorong sistem transportasi publik terintegrasi. Upaya tersebut diharapkan dapat menekan penggunaan kendaraan pribadi.
Terkait upaya tersebut, Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengatakan, pemkot menyiapkan program konversi angkutan kota (angkot) menjadi bus medium, serta berupaya mengoptimalkan Bus Rapid Transit (BRT). Dengan ini, kata dia, diharapkan dapat mengurangi lalu lintas kendaraan pribadi di wilayah Kota Bandung.
“Kalau enggak sekarang dilakukan, penambahan mobil atau motor tidak dapat terkontrol, makanya kita upayakan tekan lewat transportasi publik,” kata Yana di Kota Bandung, Selasa (21/2/2023).
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Bandung Dadang Darmawan mengatakan, konversi angkot ke bus medium sedang diuji coba di sejumlah trayek. Menurut dia, program tersebut merupakan bagian dari operasional BRT di wilayah Kota Bandung dan Bandung Raya.
Dadang mengatakan, dari total 20 koridor BRT yang akan dibangun, 80 persen di antaranya akan berada di wilayah Kota Bandung. “Nah, untuk angkot konversi tadi akan menjadi feeder BRT karena kita kan ingin transportasi ini bisa terintegrasi, antara angkutan perkotaan yang ada, dengan jalur BRT, yang rencananya mulai berlaku pada 2024,” kata Dadang.
Soal konversi angkot ke bus medium, menurut Dadang, mulai diujicobakan di lima dari 40 trayek angkot. Kebanyakan di wilayah utara Kota Bandung. “Yang diuji coba itu ada rute Antapani-Ledeng. Memang banyaknya di wilayah utara. Selama uji coba itu kita gratiskan,” kata dia kepada Republika, Selasa (21/2/2023).
Dadang menjelaskan, bus medium itu berkapasitas sekitar 20 penumpang, yang nantinya bisa menggantikan dua unit angkot. “Untuk uji coba ini kebanyakan mobil yang dikonversi adalah mobil angkot yang sudah lama ya, lebih dari 15 tahun. Karena kita kan juga ada aturan usia maksimum kendaraan umum,” ujar dia.
Menurut Dadang, rencananya armada bus medium disediakan oleh calon mitra atau operator. Sementara Pemkot Bandung menyiapkan anggaran untuk biaya operasional operator.
Dengan begitu, operasional bus nantinya diharapkan tidak menunggu penumpang penuh, tapi mematuhi headway (waktu antara keberangkatan satu kendaraan dengan yang berikutnya).
“Tapi, untuk saat ini kita akan uji coba dulu karena dari sisi anggaran juga kami masih terbatas. Meski begitu, program transformasi ini harus tetap dilakukan. Karena, kalau tidak, maka persoalan kemacetan tidak akan terselesaikan,” kata Dadang.