Selasa 04 Apr 2023 14:43 WIB

FKUB Jabar Tegaskan Bangunan yang Ditertibkan Pemkab Purwakarta Bukan Tempat Ibadah

Penyegelan yang dilakukan Pemkab Purwakarta  berdasarkan keputusan bersama.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
Ketua MUI Jabar Rachmat Syafei (tengah), didampingi Wakil Ketua MUI Jabar Mustofa Djamaluddin (kanan) dan Sekum MUI Jabar Rafani Akhyar (kiri), memberikan keterangan kepada media di gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar, Bandung, Jawa Barar.
Foto: Antara/Agus Bebeng
Ketua MUI Jabar Rachmat Syafei (tengah), didampingi Wakil Ketua MUI Jabar Mustofa Djamaluddin (kanan) dan Sekum MUI Jabar Rafani Akhyar (kiri), memberikan keterangan kepada media di gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar, Bandung, Jawa Barar.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat (Jabar) memberikan tanggapan terkait polemik  penyegelan bangunan Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) di Desa Cigelam, Kecamatan Babakancikao, Ahad, (2/4/2023) yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta. 

Menurut Ketua FKUB Jabar, Rafani Akhyar, berdasarkan informasi yang didapatkannya, bangunan yang ditertibkan oleh Pemkab Purwakarta merupakan bangunan bukan berbentuk tempat ibadah.

"Jadi, itu bukan penutupan tempat ibadah, harus diluruskan ya. Itu penutupan bangunan yang belum ada izin, jadi harus diluruskan informasinya," ujar Rafani saat dihubungi, Selasa (4/4/2023). 

Rafani mengatakan, penyegelan yang dilakukan oleh Pemkab Purwakarta sendiri diketahuinya berdasarkan keputusan bersama dengan para pemangku kepentingan. Sehingga, keputusan ini dirasakannya sudah sesuai karena ada kesepakatan. 

"Kedua, itu kan bupati melakukan itu, hasil dari musyawarah Forkopimda, jadi harus dihormati, plus Kemenag dan pihak gerejanya sendiri jadi harus dihormati," katanya. 

FKUB Jabar juga, kata dia, mendapat beberapa laporan. Yakni, pemerintah telah memberikan beberapa solusi untuk jemaat, seperti membuat izin untuk membangun tempat ibadah. Untuk sementara juga pemerintah mengizinkan para jemmat ibadah di tempat yang telah disepakati. 

"Ini kemudian diberikan solusi, silakan urus izin dulu, selama masih dalam proses izin diminta gereja lain supaya bisa ikut kebaktian di gereja lain, dan ada dua yang menawarkan. Tapi, ternyata nggak mau, jadi cukup bagus solusinya," paparnya. 

Rafani mengatakan, pihaknya tidak mengetahui secara pasti berapa lama jemaat membuat gedung yang disegel ini sebagai tempat ibadah. Namun, jemaat yang beribadah di tempat ini kebanyakan dari luar bukan dari warga setempat. 

"Itu semacam gedung padepokan, bukan gereja sebetulnya. Makanya saya meluruskan, sudah benar tindakan bupati itu, bukan penutupan tempat ibadah tapi penutupan gedung yang belum memperoleh izin. Bukan gereja," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement