REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- DPRD Kota Bogor memberi lebih dari 50 catatan rekomendasi untuk Pemkot Bogor terkait pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2022. Salah satunya, terkait adanya selisih belanja daerah mencapai angka Rp 2,7 miliar.
“Lebih dari 50 poin catatan rekomendasi DPRD untuk TAPD terkait pelaksanaan APBD 2022 ini dimaksudkan agar pembukuan keuangan, perencanaan pembangunan, dan penyerapan anggaran dapat disempurnakan,” ujar Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, Kamis (20/7/2023).
Dia menyebutkan, akan ada rapat lanjutan terkait pembahasan Pertanggungjawaban Penggunaan APBD (PP-APBD) 2022 Kota Bogor. Hal tersebut lantaran terdapat selisih terkait belanja daerah antara yang disampaikan oleh Pemkot Bogor dengan hasil LHP BPK, sebesar Rp 2,7 miliar.
“Dari catatan DPRD, total realisasi belanja daerah setelah disesuaikan dengan LHP BPK ada selisih sekitar Rp 2,7 miliar dari postur PP-APBD yang disampaikan Pemkot. Kami di DPRD mengasumsikan adanya kerugian negara yang perlu dibayarkan kembali ke kas daerah,” ucapnya.
Kendati demikian, Atang menyampaikan, terdapat kesepakatan antara DPRD Kota Bogor dengan TAPD Kota Bogor terkait enam kesimpulan hasil rapat hari ini. Yakni, kesimpulan pertama, dari sisi pendapatan, pemerintah Kota Bogor agar serius terencana terukur dalam menindaklanjuti pembayaran piutang daerah, yang nilainya ratusan miliar rupiah.
Kedua, sambung Atang, dari sisi pendapatan, Pemkot Bogor diminta serius melakukan evaluasi terhadap besaran deviden yang disetor oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Ia meminta Pemkot Bogor melakukan langkah-langkah, agar BUMD bisa memberikan dividen secara proporsional sesuai dengan Penyertaan zmodal Pemerintah (PMP) yang selama ini sudah diserahkan oleh Pemkot Bogor.
“Sebagai contoh, khusus Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ), harus meningkatkan dividen secara signifikan mengingat PMP yang telah diberikan nilainya ratusan miliar. Deviden ini sangat jauh dari angka logis dari total laba yang seharusnya dimiliki BUMD dengan aset pasar yang banyak dan strategis” ungkap Atang.
Ketiga, Atang meminta Pemkot Bogor agar bekerja secara serius dan maksimal dalam melaksanakan program dan pekerjaan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sehingga serapannya dapat optimal menggerakkan roda ekonomi pembangunan.
“Karena kalau kita lihat catatannya tadi, yang tidak terserap mencapai 27 miliar. Sangat disayangkan kalau itu terjadi karena masalah serapan anggaran,” kata Atang.
Keempat, Atang meminta agar perencanaan belanja pegawai agar dilakukan lebih cermat agar anggaran dapat dioptimalkan untuk belanja kepentingan yang lain. Pada kesimpulan kelima, terdapat selisih Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) PP-APBD 2022 dengan SILPA APBD 2023 yang tercatat lebih dari Rp 100 miliar agar menjadi perhatian dari Pemkot Bogor agar melakukan penyesuaian sebagaimana regulasi yang berlaku.
“Kami mewanti-wanti kepada Pemkot Bogor supaya tidak melakukan perubahan anggaran sebelum ada mekanisme pembahasan perubahan APBD 2023. Karena merubah anggaran tidak diperbolehkan melalui mekanisme selain pembahasan perubahan APBD 2023,” ujarnya.
Kesimpulan terakhir, menurut Atang, Pemkot Bogor harus segera mengeluarkan SOP tentang penanganan dana Bantuan Tidak Terduga (BTT). Terutama untuk pemanfaatan dana tanggap bencana dan tanggap darurat agar masyarakat yang terkena bencana dapat segera tertangani.
“Lemahnya serapan ini bisa dilihat dari masih banyaknya masyarakat kota bogor yang terkena bencana dan masalah di tahun 2022, namun sampai hari ini tidak tertangani dengan baik, sedangkan di sisi lain dana BTT hanya terserap sebesar 36 persen,” ucapnya.