REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Kepolisian Resor Garut mengungkapkan kasus kematian seorang anak yang ditemukan di pinggiran Sungai Cimanuk. Diduga kematian akan itu disebabkan dianiaya temannya sendiri dengan menggunakan senjata tajam.
"Pelakunya sudah diamankan, sedang menjalani proses hukum," kata Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Rohman Yonky saat jumpa pers pengungkapan kasus penemuan jasad seorang anak di Garut, Senin (6/7/2023).
Dia menuturkan, korban merupakan pelajar usia 13 tahun yang jasadnya ditemukan di Sungai Cimanuk, Kampung Babakan Serang, Desa Cibiuk Kaler, Kecamatan Cibiuk, Jumat (3/11).
Kepolisian, menurut dia, melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait penemuan seorang anak tersebut. Sebelumnya, anak tersebut dilaporkan hilang sejak sepekan lalu sebelum korban ditemukan sudah meninggal dunia.
Ia menyampaikan, hasil penyelidikan diketahui korban meninggal dunia karena dianiaya dengan bukti adanya luka seperti sayatan pada bagian leher dan tangan.
Hasil penyelidikan, kata Kapolres, diketahui yang melakukannya yakni teman sendiri masih di bawah umur karena tidak senang dan sakit hati terhadap korban saat bermain bola voli.
"Dia tidak terima, karena saat main voli sering mengenai wajah atau kepala," katanya.
Dia menyampaikan, saat mandi di Sungai Cimanuk, pelaku kemudian melakukan penganiayaan terhadap korban yang menyebabkan korbannya mengalami luka sayatan di leher dan tangan.
Selanjutnya korban ditinggalkan dan dilaporkan hilang, sampai akhirnya ditemukan di pinggiran sungai dalam keadaan meninggal dunia.
"Akibat perbuatannya itu dikenakan pasal yang sama, namun untuk penanganan terhadap anak sudah diatur, sesuai aturan," katanya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Garut AKP Ari Rinaldo menambahkan, pelakunya hanya satu orang, dan saat ini sudah diproses hukum sesuai aturan undang-undang yang berlaku dalam menangani kasus anak berhadapan dengan hukum.
Akibat perbuatannya itu dijerat Pasal 76c juncto Pasal 80 ayat 3 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp3 miliar dan atau pidana mati atau seumur hidup. "Kami tidak menahan, tapi dititip di LPKS," katanya.