REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Keselamatan Nasional Transportasi (KNKT) saat ini sudah menyelesaikan investigasi KA Turangga dan KRL Bandung Raya yang terjadi pada awal tahun ini. Setelah investigasi selesai, KNKT memberikan sejumlah rekomendasi kepada Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
"Hasil investigasi ini untuk mengantisipasi agar kejadian serupa tidak terjadi lagi," ujar Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono dalam konferensi pers, Jumat (16/2/2024).
Plt Kasubkom Investigator Kecelakaan Perkeretaapian KNKT, Gusnaedi Rachmanas menjelaskan KNKT menerbitkan rekomendasi untuk Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub. Hal tersebut untuk memastikan keandalan sistem //interface// yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik.
Ditjen Perkeretaapian Kemenhub juga, kata dia, diharapkan dapat memastikan tersedianya prosedur terkait pelayanan peralatan persinyalan yang menggunakan sistem //interface//. Khususnya yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik.
Selain itu, kata Gusnaedi, bisa meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem manajemen keselamatan perkeretaapian. "Khususnya terkait sistem pelaporan potensi bahaya serta penilaian dan pengendalian risiko," kata Gusnaedi.
Rekomendasi juga ditujukan kepada KAI agar menyusun prosedur terkait pelayanan peralatan persinyalan yang menggunakan sistem //interface//. Prosedur tersebut untuk menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik dan memastikan terlaksananya sistem pelaporan potensi bahaya dan setiap potensi bahaya yang telah diidentifikasi telah dikomunikasikan kepada SDM operasional pelayanan perjalanan kereta api sebagai bagian dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK)
Dalam paparan hasil Investigasi KNKT, kata dia, bias konfirmasi sinyal menjadi awal penyebab kecelakaan. "Kecelakaan ini terjadi akibat adanya sinyal yang dikirim sistem //interface// tanpa perintah peralatan blok mekanik atau //uncommanded signal// Stasiun Cicalengka yang terproses oleh sistem interlocking blok elektrik Stasiun Haurpugur," kata Gusnaedi.
Gusnaedi menjelaskan //uncommanded signal// tersebut kemudian ditampilkan pada layar monitor Stasiun Haurpugur sebagai indikasi seolah-olah telah diberi konfirmasi blok aman oleh Stasiun Cicalengka. Indikasi telah diberi blok aman tersebut berdampak pada proses pengambilan keputusan untuk memberangkatkan KA dari masing-masing stasiun.
"Karena secara sistem Stasiun Haurpugur dapat memberangkatkan KA 350 CL Bandung Raya menuju Stasiun Cicalengka," kata Gusnaedi.
Selanjutnya Ketika KA 350 CL Bandung Raya lepas dari Stasiun Haurpugur, kata Gusnaedi, sistem persinyalan elektrik mengirim sinyal warta lepas ata info berangkat KA 350 CL Bandung Raya ke Stasiun Cicalengka. Input tersebut menyebabkan indikator blok mekanik Stasiun Cicalengka berubah menunjukkan blok ke Haurpugur berubah menjadi putih sehingga Stasiun Cicalengka dapat melangsungkan KA 65A Turangga berjalan langsung ke Stasiun Haurpugur.
"Beberapa saat kemudian terjadi tabrakan kedua kereta di depan sinyal masuk Stasiun Cicalengka," kata Gusnaedi.
Sebelumnya, pada 5 Januari 2024 terjadi tabrakan antara KA 350 CL Bandung Raya dengan KA 65A Turangga di KM 181+700 petak jalan Stasiun Cicalengka-Stasiun Haurpugur. KA 350 merupakan rangkaian kereta api penumpang yang diberangkatkan dari Stasiun Padalarang dengan tujuan stasiun Cicalengka.
KA 65A merupakan rangkaian kereta api penumpang yang diberangkatkan dari Stasiun Banjar dengan tujuan stasiun Bandung. Dalam kejadian tersebut, empat orang meninggal dunia dan 37 orang luka-luka.