REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG---Untuk mengelola pendapatan dengan baik, visi jangka panjang dinilai sangat penting. Karena, hal tersebut akan berpengaruh pada kesiapan menghadapi peluang sekaligus tantangan yang terus berubah dari waktu ke waktu.
Oleh karena itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jawa Barat, Dedi Taufik meminta semua pengelola pendapatan se-Jawa Barat agar terus kompak. Sehingga, bisa merealisasikan pendapatan Rp 35 triliun pada tahun 2024 ini. "Kami pun mengapresiasi kinerja yang selama ini sudah dilakukan semua pengelola pendapatan," ujar Dedi dalam acara Rakor Pengelola Pendapatan se-Jawa Barat, Kamis (16/5).
Dedi mengatakan, setiap pengelola pendapatan harus melihat minimal 25 tahun ke depan. Hal ini seiring dengan target pemerintah pusat yang ingin merealisasikan Indonesia Emas. Pemerintah daerah, khususnya Bapenda perlu memaksimalkan perannya. “Setiap pemerintah daerah punya peran masing-masing. Bapenda pun sama. Kita harus melihat jauh ke depan apa yang ingin dicapai untuk kemajuan bangsa. Bapenda pun punya peran yang harus dilakukan dengan baik,” katanya.
Diketahui, kinerja Bapenda menjadi salah satu bagian penting bagaiamana pembangunan kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan hal krusial lainnya bisa berjalan untuk pemerintah daerah.
Menurutnya, kesamaan visi jangka panjang harus dimiliki karena ada sejumlah faktor yang bisa mempengaruhi pendapatan. Dengan demikian, semua pengelola bisa menyikapi dan beradaptasi dengan kesiapan yang baik.
Faktor yang mempengaruhi pendapatan yang dimaksud, kata dia, di antaranya, pertumbuhan ekonomi, demografi, investasi dan infrastruktur, kebijakan pajak, sektor bisnis dan industri, teknologi dan inovasi, kondisi pasar global, ketahanan lingkungan, ketahanan sosial dan kesejahteraan, ketidakpastian kondisi politik global.
“Saat perang terjadi antara Ukraina dan Russia, atau pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu, pengaruhnya sangat besar bagi pendapatan. Kondisi ini pula yang mengharuskan kita siap untuk beradaptasi dan inovasi,” kata Dedi.
Solusi itu, kata dia, harus dicari. Karena, pengetahuan dan inovasi teknologi juga harus terus dilakukan agar pelayanan kepada Masyarakat tetap baik. "Ketimpangan pendapatan maupun integrasi data harus terus berjalan,” katanya.
Sementara menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraaturan dan Penegakan Hukum Pajak, Iwan Djuniardi pentingnya kesiapan menjemput potensi dan tantangan.
“Pandemi itu bukan berarti tidak akan berulang, berarti kita harus prefer. Kejadian kemarin pandemi membuat PAD turun, kenapa? restoran pada tutup, bukannya makanan turu. Kedua, geopolitik. Geopolitik perang antara Rusia dan Ukraina, kemudian antara Israel dan Palestina, mau ga mau akan mempengaruhi suplai, itu pasti harga mahal, bisa inflasi dan sebagainya, makanya kita harus pintar,” paparnya.
Semua sebab akibat yang terjadi, kata dia, harus bisa ditangkap dengan baik agar saat mendapat peluang atau bahkan tantangan, solusinya bisa segera didapatkan. Ia pun mengingatkan pentingnya pemanfaatan teknologi yang berkembang cepat. Jangan sampai pemerintah tidak bisa mengejarnya.
Iwan meniliai, Jawa barat sebagai provinsi terbesar harus terus meningkatkan penerimaan potensi daerah. Pajak konsumsi pasti naik, namun, yang harus dijaga adalah jangan sampai potensi besar konsumennya ini tidak tercukupi suplai kebutuhannya. Kuncinya adalah ditingkatkannya daya saing, stimulus usaha-usaha yang memang menggunakan teknologi.
Sejauh ini, kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat, khususnya Bapenda sudah sangat baik. Banyak inovasi yang sudah direplikasi daerah lain. Begitu pua dengan Upaya integrasi data, Bapenda disebut salah satu pionir.
“Dulu Bapenda itu kerja sama dengan Dirjen Pajak, saya waktu itu Direktur IT Dirjen Pajak, pertukaran data pertama kali, bahkan sistem informasi Jawa Barat itu bener-bener menjadi percontohan dari Jawa Barat,” katanya.