REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI-- Jembatan utama penghubung dua kampung di Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat (Jabar) ambruk. Peristiwa itu, menganggu aktivitas warga.
Ambruknya jembatan penghubung Kampung Atlas Rancabali dengan Kampung Sukamulya itu terjadi pada Senin (24/3) karena tergerus sungai yang meluap akibat diguyur hujan deras. Selain itu kondisi jembatan sempat terdampak pergeseran tanah pada tanggal 7 Januari 2025. Namun sejak peristiwa itu terjadi, tidak ada penanganan dari baik dari desa maupun Pemkab Bandung Barat.
"Betul kejadiannya kemarin Senin (24/3) sekitar pukul 06.00 WIB. Saat itu saya sedang lewat, tiba-tiba ada suara keras seperti tembok roboh. Pas dicek, ternyata jembatan ambruk," ujar Iwan (63) salah seorang warga sekitar di lokasi, Selasa (25/3).
Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Namun disebutkan Iwan akses penghubung jalan desa jadi terputus. Ambruknya jembatan di Kampung Atlas sangat berdampak signifikan bagi warga, terutama dalam mobilitas sehari-hari. Banyak warga yang harus menempuh jarak hingga 5 km untuk mencari jalan alternatif.
"Jembatan ini menghubungkan RW 05, RW 06, dan RW 25. Mayoritas warga di sini adalah pedagang. Kalau harus memutar sejauh itu, tentu sangat merepotkan, terutama bagi yang sering beraktivitas di kecamatan,” kata dia.
Kemudian, longsoran akibat ambruknya jembatan juga mengancam satu rumah warga yang berada di dekat lokasi kejadian. "Satu rumah hampir ikut ambruk. Untungnya, warga sudah lebih dulu memasang pembatas agar kendaraan tidak melintas di jembatan yang sudah retak ini," katanya.
Iwan menilai lambatnya respon dari Pemkab Bandung Barat menjadi penyebab utama kejadian ini. Pasalnya, kondisi jembatan sudah dalam kondisi rusak sejak enam bulan lalu, namun tak kunjung diperbaiki.
"Kalau sejak dulu diperbaiki, mungkin tidak akan separah ini. Sekarang sudah ambruk, biaya perbaikannya pasti lebih besar. Kami hanya ingin jembatan ini segera diperbaiki. Jangan sampai harus ada korban dulu baru pemerintah bergerak," kata dia.
Sementara itu Diah Indrawati (54), pemilik rumah yang terancam longsor mengatakan, kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa adanya perbaikan yang mampu dari pemerintah. Ia dan keluarganya pun khawatir tiba-tiba rumahnya ikut ambruk.
"Dulu sempat diperbaiki pakai uang pribadi sampai habis ratusan juta. Pernah juga diperbaiki oleh pemerintah desa, tapi kualitas bangunannya buruk, jadi tetap saja ambruk lagi. Sekarang jaraknya cuma sekitar 5 cm dari bangunan rumah saya. Saya takut kalau hujan dan deras lagi, rumah ini bisa ikut roboh," paparnya.