Ahad 25 May 2025 20:07 WIB

Cerita Jurnalis Al Jazeera Suarakan Kondisi Palestina Meski Hampir Meregang Nyawa

Jurnalis juga jadi korban genosida.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Karta Raharja Ucu
Aktivis perempuan se Asia Pasifik berkumpul di Kota Bandung dalam rangka mendukung kemerdekaan Palestina, Ahad (25/5/2025). Mereka berkumpul dalam ajang Asia Pacific Palestine Activists Conference for Al Quds and Palestine.
Foto: M Fauzi Ridwan.
Aktivis perempuan se Asia Pasifik berkumpul di Kota Bandung dalam rangka mendukung kemerdekaan Palestina, Ahad (25/5/2025). Mereka berkumpul dalam ajang Asia Pacific Palestine Activists Conference for Al Quds and Palestine.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Maher Atiya Abu Qouta, jurnalis Al Jazeera English di Qatar masih mengingat peristiwa pengeboman sebuah bangunan tempat tinggal di Gaza, Palestina yang hampir membuat nyawanya melayang. Ia kala itu tengah melakukan siaran langsung mengabarkan kondisi terkini Palestina tidak jauh dari lokasi bersama rekan kerjanya jurnalis Youmna El Sayed.

Saat itu, prajurit dari Israel membombardir bangunan tempat tinggal di Gaza, Palestina dengan bom. Maher pun meliput kejadian tersebut yang disiarkan secara langsung bersama rekan kerjanya.

Baca Juga

Namun, bom yang meledakan bangunan tersebut dekat dengan posisi keduanya berada hingga membahayakan nyawa mereka berdua. Beruntung, ia bersama Younma masih bisa menyelamatkan diri dan bertahan dari serangan-serangan Israel.

"Banyak situasi-situasi yang sangat berbahaya, kami bertahan dari serangan-serangan," ucap dia ditemani oleh Youmna di Hotel Savoy Homan, Kota Bandung, Ahad (25/5/2025).

Saking seringnya serangan-serangan yang diluncurkan Israel, ia pun lupa sudah berapa banyak upaya yang dilakukan untuk bertahan hidup. Maher menegaskan tetap melakukan peliputan untuk mengabarkan kondisi terkini Palestina.

"Apabila jika tidak disampaikan ke dunia maka dunia tidak tahu kebrutalan (Israel), apa yang terjadi," kata Maher.

Sementara itu, Jurnalis Youmna mengatakan para jurnalis di Palestina berada dalam situasi yang tidak mendukung untuk mengabarkan kondisi Palestina. Sebab mereka harus bekerja tanpa listrik, internet dan lainnya.

Tidak hanya itu, ia menyebut para jurnalis harus berpindah-pindah untuk mengirim hasil liputannya. Untuk menyiasati hal itu, ia mengatakan kadangkala memanfaatkan generator listrik atau solar panel.

"Semakin hari semakin sulit karena terus dibombardir," kata dia.

Meski dengan keterbatasan, ia menegaskan para jurnalis tidak memiliki alasan untuk berhenti meliput dan mengabarkan ke masyarakat dunia. Apalagi, Youmna mengatakan genosida masih terus berlangsung dilakukan Israel kepada Palestina.

"Berbagai situasi sulit dihadapi wartawan tidak menjadi kendala untuk bergerak meski listrik tidak ada," kata dia.

Kepala Biro Al Jazeera Gaza Wael Al-Dahdouh mengatakan para jurnalis melaksanakan tugas meliput sebagai profesi, kemanusiaan dan kebangsaan. Lebih jauh, ia menegaskan bahwa para jurnalis yang meliput lahir dan tumbuh di tanah Palestina.

Sehingga saat meliput kondisi Palestina, ia mengatakan meliput terkait kondisi keluarga, hingga teman-temannya. Di tengah proses peliputan, ia menyebut banyak jurnalis menjadi target penembakan saat sedang siaran secara langsung.

"Jurnalis juga jadi korban genosida," kata dia yang hadir secara daring.

Ia pun menegaskan akan terus melanjutkan peliputan mengabarkan kondisi Palestina dan menjadi penghubung untuk seluruh dunia. Pihaknya pun tidak akan meninggalkan kondisi yang terjadi di Palestina.

Sebelumnya, ratusan aktivis perempuan se Asia Pasifik berkumpul di Kota Bandung untuk mendorong kemerdekaan Palestina yang saat ini masih dijajah Israel, Ahad (25/5/2025). Mereka berkumpul dalam tajuk Konferensi Aktivis Palestina Asia Pasifik untuk Al Quds dan Palestina.

Para aktivis pembela Palestina tersebut berasal dari berbagai negara Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Maladewa. Kehadiran para aktivis yang digagas Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al-Aqsha (KPIPA) sekaligus memperingati 70 tahun penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955.

(N-Muhammad Fauzi Ridwan)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement