Kamis 17 Jul 2025 09:21 WIB

Lirih Pemulung TPA Sarimukti Usai Rumah Gubuknya Dibongkar Dedi Mulyadi

Pemulung tak menolak direlokasi tapi minta ada solusi jangka panjang seperti modal

Rep: Ferry Bangkit Rizki / Red: Arie Lukihardianti
Tepi Jalan Rajamandala-Cipundeuy, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat Sudah Rata dengan Tanah Usai Sejumlah Bangunan Semi Permanen Dibongkar Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Foto: Ferry Bangkit
Tepi Jalan Rajamandala-Cipundeuy, Cipatat, Kabupaten Bandung Barat Sudah Rata dengan Tanah Usai Sejumlah Bangunan Semi Permanen Dibongkar Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Sejumlah bangunan semi permanen di tepi Jalan Rajamandala-Cipeundeuy, Kabupaten Bandung Barat (KBB) yang berada di kawasan TPA Sarimukti sudah rata dengan tanah usai dibongkar Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Bangunan seperti warung hingga kios tambal ban itu dibongkar pada Senin (14/7/2025) dan disaksikan langsung Dedi Mulyadi. Setelah dipantau Republika langsung pada Rabu (16/7/2025), lokasi yang sebelumnya terdapat bangunan sepi permanen sudah rata dengan tanah. Namun masih ada sejumlah bangunan serupa yang masih berdiri.

Baca Juga

Salah satu pemilik bangunan semi permanen yang digusur Dedi Mulyadi, adalah Saprudin (52). Bangunan itu biasa digunakannya sebagai tempat tidur dan menjajalan makanan ringan hingga minuman. Sedangkan ia biasanya memungut sampah di TPA Sarimukti.

"Memang sebelum pembongkaran ada yang survei terlebih dahulu terus besoknya (Dedi Mulyadi) datang langsung. Dia bilang bahwa bangunan di pinggir jalan ini akan dibongkar karena kawasan ini mau dibersihkan," ujar Saprudin.

Saprudin, diberikan uang kompensasi dari Dedi Mulyadi sebesar Rp 10 juta untuk bangunan yang sudah dirobohkan serta Rp 5 juta untuk tempat tinggal sementara. Uang itu akhirnya digunakannya untuk mengontrak rumah sederhana yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari TPA Sarimukti.

"Memang diberi kompensasi, waktu itu saya disuruh ngontrak. Kebetulan saya keseharian di sini mulung sampah, sementara istri jualan warung di bangunan ini. Kompensasinya itu buat penggantian bangunan warung Rp10 juta, kemudian buat tempat tinggal Rp5 juta," kata Saprudin.

Menurut Saprudin, ia tak menolak direlokasi namun minta agar ada solusi jangka panjang seperti modal dan tempat untuk membuka usaha serupa. Jika tidak, ia bingung darimana bisa mendapat uang tambahan buat memenuhi kebutuhan istri dan anaknya.

Sebab Saprudin masih memiliki anak yang butuh biaya untuk sekolah dan sebagainya. Jika hanya mengandalkan pendapatannya dari aktivitas memulung, rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan ditengah situasi ekonomi yang serba sulit.

"Mudah-mudahan diberi tempat untuk membuka usaha lagi warung, karena kan memang sehari-hari mulung. Tapi enggak cukup buat keluarga kalau hanya dari situ (mulung). Biaya sekolah anak lumayan kan, misalnya mulung dapat Rp20 ribu dari warung Rp20 ribu jadi dapat Rp40 ribu lumayan," papar Saprudin.

Berbeda dengan Saprudin, Mimin Mintarsih (45) pemilik warung tepat di depan gerbang masuk TPA Sarimukti. Warung dan tempat tinggal miliknya yang baru dibangun ulang senilai Rp 25 juta itu sudah didata. Hal itu lantas membuatnya khawatir suatu saat akan digusur juga.

"Ya kalau saya sebetulnya menolak, karena kan di sini sudah 19 tahun mengandalkan warung. Meskipun dikasih kompensasi, saya sebetulnya enggak mau dipindahkan," kata Mimin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement