Rabu 15 Oct 2025 16:29 WIB

F-PKS Jabar Sesalkan Tayangan TV Swasta yang Tendensius Terhadap Pesantren

Pesantren benteng moral bangsa, bukan objek stigmatisasi.

Rep: Muhammad Taufik/ Red: Ferry kisihandi
Ketua Fraksi PKS DPRD Provinsi Jawa Barat Tetep Abdulatip prihatin atas tayangan stasiun televisi nasional yang memuat narasi tendensius terhadap pesantren.
Foto: Muhammadi Taufik/Republika
Ketua Fraksi PKS DPRD Provinsi Jawa Barat Tetep Abdulatip prihatin atas tayangan stasiun televisi nasional yang memuat narasi tendensius terhadap pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Provinsi Jawa Barat Tetep Abdulatip menyampaikan keprihatinan dan penyesalan mendalam atas tayangan salah satu program di stasiun televisi swasta nasional yang dinilai memuat narasi dan visualisasi bernuansa tendensius terhadap lembaga pesantren di Indonesia.

Menurutnya, tayangan semacam itu bukan hanya keliru secara substansi, juga berpotensi merusak citra pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang selama ini berperan besar dalam membentuk karakter bangsa.

Pesantren, kata Tetep, telah terbukti menjadi garda terdepan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga moralitas publik, serta menanamkan nilai-nilai religius dan cinta Tanah Air.

“Pesantren benteng moral bangsa, bukan objek stigmatisasi. Dari pesantren lahir para ulama, pejuang, dan pendidik yang menjaga keutuhan sosial masyarakat. Menyudutkan pesantren dengan narasi kriminal atau ekstremisme adalah bentuk generalisasi yang tidak adil dan berbahaya,” ujarnya melalui siaran tertulis, Rabu (15/10/2025).

Ia menilai, tayangan seperti itu hanya akan membuat stigma negatif terhadap dunia pesantren, mencederai rasa keadilan publik, dan berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan Islam.

Dirinya mengatakan, stasiun televisi memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk menjaga independensi, akurasi, dan etika jurnalistik.

Karena itu, Tetep mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera memanggil pihak terkait guna meminta klarifikasi atas tayangan tersebut, serta melakukan evaluasi terhadap proses editorial yang meloloskan konten dengan muatan sensitif dan provokatif.

“Media seharusnya menjadi pencerah publik, bukan pembentuk stigma. Jika pesantren difitnah atau disudutkan tanpa dasar, maka itu bukan lagi kerja jurnalistik, melainkan pelanggaran terhadap etika dan nurani kebangsaan,” tegasnya.

Tetep juga menyerukan tiga langkah konkret menuntaskan polemik ini. Pertama, meminta stasiun televisi yang bersangkutan menyampaikan permintaan maaf terbuka kepada umat Islam dan komunitas pesantren atas tayangan bersifat tendensius tersebut.

Kedua, mendorong KPI dan Dewan Pers melakukan evaluasi mendalam terhadap praktik penyiaran yang berpotensi merusak keharmonisan sosial dan mencederai nilai keagamaan.

Ketiga, mengajak seluruh media nasional menampilkan wajah pesantren secara objektif, proporsional, dan berimbang, serta berperan dalam mengedukasi masyarakat, bukan menimbulkan prasangka.

“Ketika pesantren disudutkan, sejatinya yang disusutkan adalah akar moral bangsa. Karena itu, PKS akan terus menjadi barisan yang membela pesantren, membela kebenaran, dan menjaga marwah umat,” tutur Tetep.

Ia mengajak seluruh pihak menjaga kehormatan lembaga pendidikan Islam serta menegakkan etika publik di ruang media. “Mari bersama-sama membangun literasi yanng memperkuat keadaban, bukan prasangka,” pungkasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement