Ahad 16 Nov 2025 10:47 WIB

Anak eks Bupati Bandung Barat Ajukan Belasan SPPG Olah MBG

Satu SPPG yang didirikan membutuhkan dana rata-rata di atas Rp 1 miliar.

Rep: Ferry Bangkit Rizki / Red: Arie Lukihardianti
Dapur SPPG Milik Andri Wibawa, Anak eks Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna yang Berada di Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, KBB yang Ditutup Sementara.
Foto: Ferry Bangkit
Dapur SPPG Milik Andri Wibawa, Anak eks Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna yang Berada di Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, KBB yang Ditutup Sementara.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG BARAT -- Program Makan Bergizi Gratis (MBG) cukup menggoda anak mantan Bupati Bandung Barat Aa Umbara Sutisna, Andri Wibawa. Dia mengajukan 15 dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk mengolah menu program yang digagas Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Andri Wibawa mengatakan, dari 15 SPPG yang diajukan ke Badan Gizi Nasional (BGN), baru 5 dapur yang sudah beroperasi memasak untuk kebutuhan MBG. Dapur SPPG itu berada di sejumlah wilayah yakni Rongga, Batujajar, Ngamprah hingga Padalarang.

Baca Juga

"(10 SPPG) masih berprogres, masih jauh kalau itu. Karena kewenangannya ada di BGN, siap atau tidak gitu kan untuk bisa melaksanakan operasional," ujar Andri, kepada wartawn akhir pekan ini.

Dari 5 SPPG yang beroperasi, kata dia, satu dapur di antaranya terpaksa harus ditutup sementara menu makanannya diduga menjadi penyebab keracunan siswa SMP Bina Karya pada Selasa (11/11/2025). Dapur SPPG itu berada di Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah itu baru beroperasi sekitar 3 pekan dan belum memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS). "Saat ini berhenti sementara operasionalnya," kata Andri.

Andri mengatakan, 15 titik dapur SPPG yang sudah beroperasi dan sedang dalam proses itu berada di bawah naungan 2 yayasan. Sebab sesuai regulasi, setiap yayasana diperbolehkan menaungi maksimal 10 dapur SPPG.

Andri mengungkapkan, dirinya memiliki 2 yayasan untuk menaungi 15 SPPG yang telah beroperasi maupun tengah diajukan ke BGN. Secara regulasi, kata Andri, satu yayasan diperbolehkan menaungi 10 SPPG. "Satu yayasan secara aturan boleh 10 SPPG, di 1 provinsi yang sama. Tapi kalo di beda provinsi tuh hanya 5. Kalo 1 provinsi yang sama boleh sampe ke 10. Kalau saya sih cuma memakai 2 yayasan, karena lebih dari 10 kan. Itu pun kemungkinan nanti, gitu kan, liat nanti persetujuan BGN nya seperti apa. Karena memang sistematis kan kita tidak bisa intervensi apapun. Dan itu kewenangan mutlak dari BGN," katanya.

Andri mengaku, memiliki pengalaman di bidang food and beverage (F&B). Sehingga, kemudian tertarik menjadi mitra dapur SPPG untuk mengolah MBG. Dia merenovasi atau menyulap bangunan yang sudah ada menjadi dapur SPPG untuk menekan pembiayaan.

Menurutnya, satu SPPG yang didirikan membutuhkan dana rata-rata di atas Rp 1 miliar. Artinya jika total Andri mengajukan 15 SPPG, maka total nilai investasi yang harus dikucurkannya mencapai kurang lebih Rp 15 miliar.

"Ada sih yang di bawah Rp 1 M, tapi rata-rata mah di atas (Rp 1 miliar). Agak susah ya kalo harus di bawah kita nyediain kithcen equipmentnya dengan harga sekarang. Secara juknis dibolehkan bangun dari nol, dari tanah kosong, atau renovasi. Jadi karena dulu segmennya pencepatan dari BGN kita lebih milih ke renovasi bangunan, tidak ngebangun dari nol," paparnya.

Andri melanjutkan, peristiwa keracunan yang diduga bersumber dari makanan yang diolah di salah satu SPPG miliknya tentunya menjadi perhatian serius secara internal untuk dilakukan evaluasi meski belum ada kesimpulan soal penyebab keracunan.

Hal itu juga dijadikan acuan untuk mempersiapkan secara lebih baik terhadap SPPG baru yang nantinya bakal dikelola.

"Jadi kayaknya kalo serentak (operasionalnya) juga saya dari mana modalnya, ya step by step. Minimal kita jadi ada pelajaran penting dengan adanya dugaan (keracunan) ini, bisa lebih mewaspadai agar lebih representatif dan sesuai dengan kriteria yang diharuskan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement