Rabu 19 Nov 2025 13:28 WIB

Sumur-Sumur Warga Caringin Bogor Kering dan Mati Sejak Pabrik Air Mineral Berdiri

Pengambilan air dari industri diduga kuat menjadi salah satu penyebab kekeringan.

Ilustrasi warga mengecek sumur air yang kering.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ilustrasi warga mengecek sumur air yang kering.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: A Syalaby Ichsan

Deretan galon berukuran 15 liter tampak berbaris di dapur rumah Shinta Anggraeni. Saban malam, galon-galon yang sudah dipenuhi air itu menjadi andalan warga Kampung Cidereum, Desa Batu Kembar, Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tersebut, untuk memenuhi kebutuhan air bersih. 

Baca Juga

Galon-galon itu dipenuhi Shinta dari keran yang berada di kediamannya. Menurut Shinta, airnya bukan bersumber dari sumur keluarga yang sudah digali sejak ayahnya hijrah dari Jakarta ke Batu Kembar pada 2008 lalu.  Shinta mendapatkan aliran air dari sarana air bersih (SAB) yang menjadi program hibah PT Tirta Investama, produsen air minum kemasan Aqua, bagi warga Kampung Cidereum. Sumber airnya berjarak kisaran seratus meter dari rumah Shinta. 

SAB tersebut mengaliri ratusan rumah penduduk hanya pada siang hari. Karena itu, Shinta yang tidak memiliki bak penampungan air atau torrent harus menyiapkan bekal dengan memenuhi galon untuk kebutuhan rumahnya. “Kalau malam air tidak nyala,” ujar Shinta saat berbincang dengan Republika di kediamannya pada Selasa (28/10/2025).

Warga yang tinggal di Desa Batu Kembar sejak 2012 menggantungkan kebutuhan air rumah tangga pada sumur ‘bantuan’ Aqua. Meski demikian, Shinta mengaku tidak menikmati air tersebut dengan gratis. Dia membayar Rp 3.000 per kubik untuk mendapatkan air dari SAB tersebut.

Dalam sebulan, Shinta harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 70 ribu sampai Rp 90 ribu dan biaya abodemen Rp 3.000 tergantung dari pemakaian per bulan. Padahal, Shinta mengatakan, sebelum Aqua hadir di dekat Desa Batu Kembar, dia mengandalkan sumur keluarga tanpa harus membayar.

“Dulu air sumur bagus tak terpengaruh musim. Sekarang kemarau air kering. Sumurnya sudah tidak bisa dipakai lagi,” kata dia. 

Shinta mengaku keberatan jika harus membayar lagi untuk kebutuhan air sehari-hari. Dia merasa air tersebut seharusnya merupakan kompensasi Aqua kepada warga mengingat sumur mereka saat ini telah mengering setelah produsen air minum dalam kemasan tersebut beroperasi.

BACA JUGA: Derita Warga Cipondok Subang: Mata Air Hilang, Minum dari Rembesan Air Persawahan

Apa yang dikatakan Shinta diamini ayahnya, Nanang Djafaruddin yang tinggal hanya sepuluh meter dari rumahnya. Dua keluarga tersebut sebelumnya menggunakan sumur yang sama yang saat ini sudah mengering.

Nanang mengaku sudah membuat satu sumur lain sebagai sumber air cadangan. Sayangnya, sumur tersebut juga tak lagi mengeluarkan air. Nanang yang sudah tinggal di Desa Batu Kembar sejak 2008 lalu, menduga keringnya sumur keluarga mereka akibat pengeboran air tanah Aqua di Ciherang.

Seingat Nanang, pabrik tersebut buka sejak 2011. “Tiba-tiba orang-orang pada ngebar-ngebor tahu-tahu sudah jadi pabrik,” kata dia. 

Ketua RT 03 Engkos Kosasih mengungkapkan, kebanyakan warga memang tidak memiliki sumur sendiri. Hitungan kasarnya, hanya ada 20 warga di lingkungannya yang memiliki sumur. Mereka pun kini menjadi pelanggan SAB mengingat sumurnya juga sudah tak mengeluarkan air.

“Ada yang (sumurnya) masih hidup airnya di dekat sungai,” kata Engkos yang menjadi RT dari 150 Kepala Keluarga tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement