REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Banjir rob menjadi musibah yang setiap hari melanda Desa Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu. Kepungan air laut dan limpasan sungai, telah membuat aktivitas warga di desa itu menjadi terhambat.
Meski demikian, kondisi itu tak menyurutkan semangat para orang tua untuk memastikan anak-anaknya tetap mendapatkan pendidikan. Tak hanya menggendong anak-anaknya, sejumlah orang tua juga menggunakan berbagai cara agar anaknya bisa tetap sampai di sekolah.
Seperti yang dilakukan seorang ayah, yang mengantarkan anaknya ke sekolah dengan menggunakan perahu rakit sederhana. Perahu itu terbuat dari susunan kayu yang diberi bantalan berupa galon-galon bekas agar bisa mengapung di air.
Dalam video yang beredar, ia mendorong perahu rakit yang ditumpangi oleh anaknya, dengan berjalan kaki. Sang anak yang memakai tas gendong pun tampak duduk di atas perahu yang didorong oleh ayahnya.
Video perjuangan ayah yang mengantarkan anaknya ke sekolah itupun viral di media sosial. Di tengah suara riak air banjir yang dibelah oleh perahu rakit, terdengar permintaan maafnya kepada guru jika anaknya terlambat sampai di sekolah. "Maaf agak telat, Bu. Beginilah cuacanya," katanya.
Ketua Aliansi Warga Eretan Wetan, Supriyanto mengatakan, aktivitas warga di Desa Eretan Wetan selama ini memang sangat terhambat oleh banjir rob yang terjadi setiap hari. Para orang tua harus berjuang untuk mengantarkan anak-anaknya ke sekolah. “Kondisi seperti ini sudah berlangsung selama bertahun-tahun,” ucap Supriyanto, Kamis (20/11/2025).
Menurut Supriyanto, saat inipun kondisi banjir menunjukkan tanda-tanda yang lebih mengkhawatirkan. Air banjir yang biasanya keruh kehitaman, kini berubah menjadi coklat pekat. Selain itu, debit air yang menggenangi permukiman juga naik lebih cepat dan genangan bertahan lebih lama. “Ini menjadi alarm waspada bagi warga,” kata Supriyanto.
Supriyanto menjelaskan, air banjir yang berwarna coklat menandakan air dari dataran tinggi (hulu) sudah dibuang ke laut. Kondisi tersebut memunculkan adanya potensi luapan lebih tinggi ke wilayah pemukiman warga.
Menurutnya, kondisi itu pernah terjadi pada 2014. Saat itu, terjadi banjir besar yang menggenangi sepanjang wilayah Pantura Indramayu, dimana banjir bersumber dari air kiriman hulu sungai dan air pasang laut. “Ciri-cirinya saat ini sama seperti 2014. Tapi semoga tidak terjadi lagi,” katanya.
Supriyanto pun mendorong pemerintah daerah untuk segera mengambil langkah mitigasi untuk mencegah bencana tersebut. Seperti perbaikan saluran air, peninggian tanggul kritis, dan penguatan sistem peringatan dini.